html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Monday, June 27, 2005

KANADA
Sudah pernah nonton Bowling for Columbine ? Itu film buatan Michael Moore yang terkenal dengan dokumenternya Fahrenheit 9/11. Bowling for Columbine bercerita tentang pemilikan senjata api. Michael Moore membandingkan antara Amerika Serikat dan Kanada. Penduduk Kanada memiliki senjata api yang hampir sama banyaknya dengan yang dimiliki penduduk AS. Tapi mengapa angka pembunuhan senjata api di Kanada hampir nol ? Seorang warga Kanada bahkan mengatakan seingatnya ada orang menembak orang lain di Kanada sekitar 10 tahun lalu. Itu pun yang menembak adalah orang Idaho, AS !
Apakah itu menunjukkan Kanada sebagai negara aman ?
Michael membuktikan omongan orang bahwa orang Kanada jarang mengunci pintu rumahnya. Dengan acak dia membuka pintu-pintu rumah di Kanada. Ternyata benar. Tidak ada satu pun pintu yang terkunci. Bahkan orang-orang yang di dalam rumah pun tidak marah ketika ada yang nyelonong masuk.
Aryo jadi ingat tayangan Just for Laugh. Tayangan tentang keusilan-keusilan yang mengundang tawa. Ada orang berpura-pura jadi orang jompo minta diantarkan menyeberang. Orang jompo ini berkali-kali berubah pikiran sehingga mesti diseberangkan bolak-balik beberapa kali. Dan orang yang dimintai tolong dengan sukarela menolong. Ketika mengetahui dia “dikerjain”, dia hanya meringis dan tertawa. Ah, betapa mengharukan. Seakan-akan Kanada adalah sebuah negara yang tanpa kemarahan. Aman damai dengan angka kriminalitas mendekati nol.
Aryo jadi ingat skripsinya dulu juga berhubungan dengan Kanada. Judulnya cukup keren: “Hubungan AS-Kanada tahun 1984 – 1989” Sebuah masa dimana Amerika Serikat dipimpin Ronald Reagan, seorang republik yang sangat concern dengan masalah keamanan nasional. Kanada tidak pernah takut dengan negara tetangganya (yaitu AS). Beda dengan AS yang seakan-akan secara psikologis harus terus mengawasi “halaman belakangnya” yang berbatasan langsung dengan Meksiko.
“Listeners, pernah nggak sih kita bayangkan Jakarta ini seperti Ottawa ? Orang-orang tidak pernah mengunci pintu rumah dan tidur tenang. Jika ada 2 mobil tabrakan, 2 orang pengemudinya turun, jabat tangan sambil saling tersenyum kemudian memberitahu alamat asuransinya. Kita bebas berjalan kaki di pelosok manapun di jam berapa pun. Listeners, saya cuma ingin anda membayangkan. Siapa tahu ini bisa sedikit membuat anda melupakan realitas yang ada di Jakarta....”

Thursday, June 23, 2005

IDOLA
Aryo kedatangan tamu. Seorang tukang masak. Dari caranya bicara, Aryo yakin si tukang masak ini punya pandangan positif dan sangat ingin maju. Dia mempunyai restoran eksklusif di bilangan Kemang. Menurut penuturannya, di restorannya ini sama sekali tidak ada menu. Lho ? Ya memang begitu. Tamu datang langsung disambutnya secara personal. Si Tukang Masak kemudian mengajaknya bicara santai. Sambil ngobrol, Si Tukang Masak mencatat kepribadian tamu sekaligus merancang menu untuk fine dining. Sebuah jamuan fine dining minimal terdiri dari 7 item. Satu orang tamu mempunyai satu menu spesial yang khusus untuk dia. Begitu dihidangkan, catatan resep masakan ini langsung dimusnahkan.
Mmm... Jadi pingin mencoba.
Si Tukang Masak cerita bahwa sebagai tukang masak dia mengidolakan Bondan Winarno. Menurut dia, Bondan Winarno sangat paham tentang dunia kuliner. Dia menaruh hormat yang mendalam pada Bondan. Oya ? Aryo juga mengagumi Bondan Winarno. Tapi untuk sisi yang berbeda.
Waktu SMA, Aryo sangat mengagumi Bondan. Di mata Aryo, Bondan adalah orang yang berhasil dalam banyak bidang. Berhasil sebagai cerpenis. Berhasil sebagai esais. Berhasil sebagai pebisnis. Dan, yang paling penting, berhasil sebagai turis :) Betapa kagumnya Aryo saat itu mendengar kisah Bondan bisa menghabiskan satu paspor dalam setahun karena kelewat seringnya bepergian ke luar negeri. Alangkah hebatnya.
Dan kini...
Aryo tetap menganggap Bondan Winarno sebagai orang hebat.
Si Tukang Masak yang mengidolakan Bondan Winarno menjadi orang hebat yang mempunyai restoran sendiri.
Aryo, yang notabene juga mengidolakan Bondan Winarno, hanya seorang penyiar radio yang punya bayaran 40 ribu per jam.
Tapi Aryo yakin....mengidolakan seseorang bukanlah pekerjaan sia-sia. Minimal, terbukti Aryo mampu menulis blog ini dalam waktu 3 menit sebagaimana Bondan Winarno mampu menulis cerpen dalam 10 menit :)

Thursday, June 16, 2005

THE APPRENTICE

Apa hebatnya Donald Trump ? Jangan melihat berapa banyak kekayaan yang dimiliki, tapi tontonlah The Apprentice. Mohon maaf kalau ada yang alergi dengan reality show, Aryo akan mendata beberapa kelebihan reality show ini.
Pertama, reality show ini menempatkan Donald Trump sebagai sosok yang begitu luar biasa dalam mengambil keputusan. Semua keputusan Trump tampak rasional dan brilian. Dia bisa menangkap detil sekaligus melihat celah. Intuisinya begitu kuat disertai kemampuan kontrol diri yang hebat. Trump akan selalu mengatakan “You’re fired”. Keputusan yang menyakitkan tapi selalu bisa dimengerti.
Kedua, reality show ini mengambarkan Amerika Serikat sebagai negara yang sangat kondusif terhadap bisnis dan kesuksesan orang. Siapa yang ingin maju pasti menemukan jalan. Apapun bisnis anda, jangan kuatir dengan pungli, penipuan dan korupsi. Bahkan seorang penarik becak (pedicab) di New York bisa mendatangi biro iklan untuk melakukan pembicaraan tentang pemasangan iklan di badan becak.
Ketiga, reality show ini dengan manis menyebarkan meme (masih ingat tentang meme kan ?) bahwa bisnis itu indah. Kompetisi adalah anak kandung kapitalisme. Kompetisi selalu melahirkan pemenang dan pecundang. Tapi proses ini juga bisa menghasilkan sesuatu yang indah: sportivitas dan persahabatan. Di musim pertama, persahabatan Troy dan Kwame bisa menjadi contoh. Troy adalah karakter yang ambisius, pintar (meski hanya lulusan sma) tapi tulus. Dia selalu menyebut dirinya sebagai anak kampung dari Idaho. Kwame, dokter dari Harvard jurusan bisnis. kulit hitam, tenang, pintar, sangat teoritis dan rendah hati. Ketika akhirnya Troy yang dipilih untuk dipecat, Troy menyambutnya dengan senyum. Keduanya berpelukan. Keduanya saling mendukung kesuksesan masing-masing. Trump pun merasa berat melakukan itu, tapi harus dilakukan. Siapa yang tidak tersentuh dengan adegan ini.
Aryo merenung.
Bisnis pada dasarnya bersifat lugas. Bisnis berorientasi pada mencari uang sebanyak-banyaknya. Nah, lewat the apprentice seakan Trump ingin ngomong: “nggak ada yang salah dengan prinsip mencari uang sebanyak-banyaknya. lihat tuh, orang-orang tidak kehilangan kualitas kemanusiaannya. Mereka berteman, mereka sportif dan bisa sedih juga melihat ketidakberhasilan orang lain.”
Sementara, di sini. Terlihat sifat mendua dimana-mana. Orang dengan gampang akan mengkiritik: “jangan cuma mikirin duit dong. Hidup ini kan nggak cuma soal duit.” Benar. Aryo setuju. Tapi kok.... korupsi tetap banyak ya.

Wednesday, June 01, 2005

MEME
Pernah dengar kata Meme ? Kalau belum pernah, jangan kuatir, Aryo pun tidak pernah mendengar kata Meme sampai akhirnya membaca buku Virus Akalbudi. Meme pengertiannya adalah segala penggandaan ide. Manusia menyebarkan dirinya lewat gen-gen. Terjadi penggandaan gen hingga jadi kita seperti sekarang ini. Bisa jadi --berdasarkan penelitian biomedis-- manusia yang sekarang ini berasal dari satu gen tunggal yang diperkirakan hidup sekitar 150.000 tahun lalu. Kira-kira di masa itulah Adam-Hawa hidup kalau kita mau mencocokkan kitab suci dan sains. Gen melakukan penggandaan diri, begitu juga meme. Contohnya? Keberadaan Tuhan. Ide bahwa di alam semesta yang begitu luas ini ada Tuhan –tidak bisa dimungkiri—adalah sebuah meme. Lepas dari kenyataan sekarang banyak orang ateis, meme tentang keberadaan Tuhan hidup dalam sekian milyar manusia dalam sekian generasi (Karen Armstrong menulis tentang sejarah Tuhan).
Bahkan ada beberapa contoh meme yang tampak nyata-nyata berasal dari jaman ribuan tahun lalu tapi masih hidup sampai sekarang meski tidak sesuai lagi dengan situasi kita. Contoh: rasa takut pada macan. Di jaman batu, manusia berburu. Dari pengalaman mereka membuktikan bahwa macan berbahaya. Macan bisa mengancam keselamatan mereka. Tapi kita di jaman modern tetap takut pada macan meski kita sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan macan atau sama sekali belum mendengar cerita mengenai keganasan macan. Sehingga, sebagian dari rasa takut kita adalah meme yang merupakan peninggalan nenek moyang kita ribuan tahun lalu. Tapi, kabar baiknya, meme bisa diprogram.
Kita hidup dikeliling ribuan meme. Meme tentang hidup yang benar di masyarakat, meme tentang arti hiburan di televisi, meme tentang arti sukses, dan lain-lain. Menarik sekali tawaran buku Virus Akalbudi: jangan sekadar menjadi pengikut meme, tapi pencipta meme. Ciptakanlah meme-meme. Karena itu Aryo tertarik untuk menyebarkan meme bahwa mendengarkan radio punya andil yang cukup besar terhadap intelektualitas seseorang (dengan begitu, akan makin banyak yang mendengarkan siaran Aryo).

This page is powered by Blogger. Isn't yours?