html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Monday, July 28, 2008

Ekonomi
Di Zimbabwe saat ini harga sepotong roti adalah Z$ 100 miliar. Itu bukan salah cetak. Memang benar angkanya sebesar itu. Z$ 100 miliar itu setara dengan Rp 48.670. Sedangkan penghasilan rata-rata penduduk Harare adalah Z$ 150 miliar. Wajar saja jika mereka sudah berbulan-bulan tidak pernah lagi mengecap rasa roti karena harganya tidak terjangkau. Seorang jurnalis The Vancouver Sun mengisahkan lawatannya dari Harare menuju Beit Bridge ”Sepanjang perjalanan 600 kilometer, saya tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakan atau diminum.” Sesekalinya ada, sebotol Coca Cola Light dijual Z$ 58 miliar. Ekonomi memang benar-benar ambruk. Inflasi mencapai 12,5 juta (membayangkan saja terasa absurd). Tingkat pengangguran 80%. Sulitnya memperoleh mata uang dalam bentuk tunai dan susutnya nilai mata uang tersebut mendorong bank sentral negeri ini mengeluarkan uang kertas pecahan baru: Z $ 100 miliar. Sungguh kontras jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi Zimbabwe saat merdeka tahun 1980. Masa itu Z$ 1 pernah setara dengan US $ 1,47. Sedangkan saat ini di pasar gelap nilai tukar Z $ 90 miliar sama dengan US $ 1.
Aryo menggoyang-goyangkan kursinya. Dia tidak sedang menikmati rasa bahagia. Dia berusaha menyelidik sebentuk fenomena kebangkrutan negeri semacam Zimbabwe ini. Apakah itu membuat kondisi Indonesia menjadi terlihat jauh lebih baik ?
”Oi oi ... bang Aryo. Anda ini sangat pretesius. Ngapain membandingkan kebangkrutan Zimbabwe untuk membuat kita merasa bersyukur atas kondisi kita ?!! Justru Zimbabwe bisa menjadi cermin bahwa kondisi buruk itu bisa sampai titik yang tidak terbayangkan. Bahwa jurang itu bisa jauh lebih dalam dari apa yang mampu kita jangkau dengan pikiran.”
Aryo tidak berkomentar. Aryo hanya membiarkan para listener memberikan opininya.
”Jika roti semahal itu, bagaimana harga pendidikan ? Berapa harga buku ? Kalau buku sudah tidak terjangkau, sudah pasti dia makin terpuruk dalam kebangkrutan tanpa sama sekali ada kesempatan bangkit.”
”Indonesia tidak akan jatuh sampai dalam sedalam itu. Ada banyak koruptor yang akan menjaga supaya negeri ini tidak ambruk-ambruk banget, dengan begitu mereka masih bisa memerah susu ekonomi hingga tujuh turunan.”
Aryo masih menggoyang-goyangkan kursinya. Tapi akhirnya dia mengambil keputusan (lebih tepat dibilang keputusan ketimbang kesimpulan), Indonesia jauh lebih baik dari Zimbabwe . Karena ini bukan kesimpulan, maka tidak perlu bukti. Keputusan berkaitan dengan tindakan. Aryo akan meminjami Rp 1 juta pada karang taruna di lingkungannya. Ia menantang, ”ini pinjaman tanpa bunga. Kalian harus berpikir mencari bisnis untuk mendapatkan keuntungan sekaligus mengembalikan pinjaman itu dalam setahun. ” Setahun kemudian akan ada di blog ini bukti bahwa 1 juta masih ada nilainya untuk mulai mengembangkan usaha (dan itu berarti jauh lebih baik dari Zimbabwe yang sama sekali tertutup bagi kemungkinan investasi).

This page is powered by Blogger. Isn't yours?