html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Monday, May 22, 2006

FISIKA
Aryo bertemu seorang teman yang sempat berkecimpung di dunia fisika. Tampilannya sangat low profile. Sekilas orang yang baru bertemu dengannya mungkin akan membayangkan: orang ini pasti punya dua atau tiga baju. Baju yang dikenakannya sudah luntur warnanya akibat terlalu sering dicuci. Dia bercerita tentang fisika. Sebagian dari teman-temannya saat kuliah dulu menjalani hidup dengan eksentrik. Sampai di sini mungkin sulit dipahami korelasi antara fisika dan pilihan hidup eksentrik, bahkan abnormal. Tapi penjelasannya kemudian menjadi logis. Bahasa yang digunakan dalam fisika adalah matematika. Melalui perhitungan yang rumit, dalam fisika dipahami bahwa alam semesta ini mempunyai sebelas dimensi. Kenapa sebelas ? Lagi-lagi itu melalui perhitungan matematika. Secara sederhana, jarak dari satu titik ke titik lain adalah dimensi 1. Bidang menjadi dimensi dua karena melibatkan panjang dan lebar. Volume merupakan dimensi tiga karena ada panjang, lebar dan tinggi. Begitu seterusnya sampai dimensi 11. Penjelasan ini bahkan tidak bisa divisualkan (karena itu pula dia termasuk orang yang tidak percaya fisika bisa disampaikan dalam bahasa yang populer).
Apa konsekuensi dari 11 dimensi ini ? Tukang sulap yang bisa menghilangkan barang bukanlah sesuatu yang aneh. Katakanlah, David Cooperfield bisa menghilangkan pesawat. Pesawat itu sebenaranya tidak pernah berpindah tempat. Ia hanya berpindah dimensi sehingga tidak bisa ditangkap oleh penglihatan kita. Tapi sebenarnya pesawat itu tetap ada di tempatnya sehingga kalau disentuh tetap terasa keberadaannya.
11 Dimensi ini juga berlaku untuk waktu. Penjelasan yang paling sederhana begini, kita semua tidak riel. Kita melihat sosok kita di cermin. Tapi sebenarnya, sosok yang kita lihat di cermin itu bukan diri kita sebenarnya. Sosok yang kita dilihat di cermin itu adalah sosok kita 0,000008 detik yang lalu. Apa yang sampai di mata kita sangat bergantung pada kecepatan cahaya. Dalam jarak 1 meter saja ada delay sekitar 0,00008 detik. Bayangkan jika jaraknya 20 meter, 1 km dan seterusnya (karena itu pula planet yang kita lihat sekarang ini mungkin saja sudah tidak ada lagi)
Jadi, apapun yang kita lihat ini sebenarnya adalah “hantu”. Sudah pernah dengar cerita mengenai Astronot NASA ? Dia diluncurkan tahun 1964 ke ruang angkasa. Tahun 1982 dia ditemukan di lautan. Tapi si astronot ini merasa perjalanannya tidak lebih dari 2 minggu. Dari kerangka fisika, kejadian ini sama sekali tidak aneh.
Kembali ke cerita awal, kenapa banyak orang yang belajar fisika jadi aneh ? Itu karena mereka tidak pernah merasa heran dengan apapun. Hampir tidak ada kejadian “biasa” yang bisa membuat mereka heran. Karena itu mereka ingin berlaku aneh-aneh sekadar mengimbangi dunia yang terlalu biasa ini.
“Listeners, bagi saya belajar fisika jadi menarik karena bisa sedikit melupakan kejadian-kejadian pahit di tanah air. Pak Harto sakit makin parah tapi makin sakti karena tidak satu pun bisa mengungkit-ungkit kekayaaannya, berbagai pemeriksaan kasus korupsi tidak lebih sebagai upaya mengganti orang-orang pucuk pimpinan. Listeners, mungkin tidak ada lagi kejadian yang membuat kita heran. Negara ini sudah begitu busuknya sehingga bangkai manusia pun tidak mampu membuat kita merasa ada bau yang aneh. Listeners, mari belajar fisika. Semoga ini membuat kita makin kebal terhadap tetek bengek penderitaan bangsa ini......”

Monday, May 01, 2006

DUNIA-AKHIRAT
Aryo kenyang dengan berbagai nasehat yang mengatakan “Jangan terlalu mementingkan persoalan keduniaan. Mulailah menabung untuk bekal di akhirat.” Aryo mencoba mencerna. Kalimat tersebut tak lebih sebagai ungkapan mendikotomi dunia-akhirat menjadi baik-buruk. Dunia adalah sumber keburukan. Dunia secara riel dianggap sebagai kata benda yang bisa memalingkan manusia dari Tuhan. Aryo jadi ingat tetangga sebelah rumah, Pak Miskun. Dia siang-malam menjadi pemulung dan uangnya hanya cukup untuk makan sehari istri dan dua anaknya. Apakah Pak Miskun bisa dianggap sebagai orang yang terlalu mementingkan urusan keduniaan ?

Kekenyangan Aryo telah memunculkan rasa muak. Betapa pemilahan itu telah membawa kita pada kesalahan cara pikir yang parah ! Seakan-akan akhirat itu ruang kosong yang siap diisi dengan berbagai doa dan ibadah kita. Apakah Tuhan begitu abainya sehingga tidak memperhitungkan kerja keras orang yang berusaha memperbaiki dunia ?

Di sebuah stasiun tv, minggu lalu ditayangkan sosok seorang ibu yang berjuang menafkahi kedua anaknya dengan bekerja sebagai tukang ojek. Ini tayangan yang menggugah perasaaan. Seorang ibu akan menempuh segala cara jika itu menyangkut mati-hidup anaknya. Tapi komentar si ustad dalam acara ini justru menjadi anti klimaks. “Pekerjaan si ibu ini tetap persoalan dari sisi agama karena pekerjaannnya membuat dia selalu bersentuhan laki-laki yang bukan muhrimnya”.

Aryo terdiam. Dahinya mengeras seakan sedang menahan kemarahan. Tapi kemudian ... perasaannya berubah jadi sedih: betapa pemilahan dunia-akhirat membuat kita tidak punya rasa hormat pada orang lain.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?