html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Thursday, May 13, 2004

CANTIK 2
Aryo menatap perempuan ini sekujur tubuh. Perempuan ini sama sekali tidak risih. Mungkin dia sudah terbiasa. Mungkin juga dia merasa tidak ada gunanya terganggu dengan isi kepala laki-laki yang cuma ada seks-seks-dan seks. Aryo tidak berpikiran ngeres. Otak rasionalnya sangat jalan. Pagi ini begitu segar. Memang ada hubungannya dengan keadaan dia tidak terlalu tergoda dengan perempuan ini ? Jelas ada. Ketika badan sedang segar, kita begitu gampang mengontrol diri.
“Saya Adelia.”
“Ibu ada janji dengan saya ?”
“Panggil saya Lia saja. Kemarin saya nelpon anda, dan anda memberi kesempatan saya jam 9 untuk ketemu.”

Aryo mengerutkan keningnya. 24 jam dari sekarang saja bisa lupa, apalagi kejadian ribuan tahun yang lalu. Tapi, Aryo memang tidak merasa janji dengan siapapun. Tapi, sudahlah. Aryo mengalah.
“Baik. Tapi saya nggak bisa lama. Jam 10 saya siaran.”
“Iya. Saya hapal jam siaran anda.”:

Aryo masuk. Adelia mengikuti. Baru kemudian Aryo ingat bahwa kemarin ada pendengar yang menelpon dan mengatakan bahwa dia punya masalah serius. Dia tidak menyebutkan masalah, dia hanya minta waktu sekitar 30 jam untuk bicara langsung dengan Aryo. Aryo tidak menanggapi. Tapi, perempuan ini benar-benar datang. Yang tidak disangka perempuan yang bermasalah ini ternyata sangat cantik. Dan, yang menjadi problem utama dia adalah kecantikannya !
“Cantik itu hadiah yang mengandung paradoks di dalamnya. Di satu sisi memang membanggakan setiap detik setiap saat menjadi perhatian laki-laki. Tapi di sisi lain, halooooo, bisa nggak sih mereka melihat bahwa saya tidak sekadar punya wajah dan tubuh. Saya punya otak dan kemampuan. Tidak satu pun laki-laki yang mendekati saya karena faktor lain selain cantik. Ada kalanya, duduk di bar sendirian kemudian seorang laki-laki mendekati. Momen seperti harusnya menyenangkan. Harusnya bisa dinikmati sebagai apresiasi laki-laki terhadap perempuan. Tapi saya tidak. Sedikit pun saya tidak bisa menikmati. Saya memandang jijik laki-laki seperti ini. Saya tidak bisa terima orang memperlakukan saya sebagai benda. Benda dikagumi cuma sebatas dari apa kelihatannya saja. Saya bukan benda. Ada banyak dalam diri saya yang harusnya bisa dikenal lebih jauh. Karena itu, saya susah dapat pacar. Terakhir saya pacaran dengan duda umur 45. Posturnya gendut dan item. Saya tidak peduli dengan wajah. Saya peduli dengan cara dia memandang diri saya. Dia mengenal saya dan jatuh cinta pada saya ketika saya kena cacar air. Seluruh kecantikan dan keseksian saya diselimuti bopeng-bopeng. Tapi dia tidak melihat itu, dia melihat betapa entengnya saya menghadapi musibah cacar air. Dan, itu yang dikagumi dari diri saya. Saya juga jatuh cinta pada dia. Tapi, sayang, Tuhan menggariskan umur yang pendek pada dia. Ahhhh…..”

Aryo memberi isyarat pada Adelia. Adelia paham.

“Saya tidak sedang curhat. Saya cuma ingin menyampaikan pesan. Tidak semua wanita cantik ingin diperlakukan semata-mata sebagai wanita cantik. Mereka sebagaimana layaknya manusia juga punya banyak sisi yang berpotensi untuk dikagumi. Terima kasih buat Mas Aryo yang sudah ngasih kesempatan. Selamat siang.”

Adelia melepas headphone. Aryo memandangi Adelia sambil menelan air liur. Dia batalkan rencana untuk memuji kecantikan Adelia. Dalam hatinya terbersit: Kapan si Adelia ini terserang cacar air lagi…..?


Monday, May 10, 2004

CANTIK
Huruf C. Apa ya ? Cantik. Oke, kita bicara tentang “cantik”. Bukan suatu yang kebetulan jika di radio tempat Aryo bekerja terjadi peristiwa yang berkaitan dengan kata cantik. Ceritanya begini (tanpa bermaksud mencontek kata-kata yang biasa digunakan Caroline Zachrie di KISMIS):
Pagi sekitar jam 8. Suasana kantor masih belum terasa ramai. Hanya ada satpam dan seorang petugas pembersih. Pada saat itulah datang si perempuan ini. Cantik, tipe wajahnya mirip Jihan Fahira. Bentuk tubuhnya sangat ideal. Ia mengenakan gaun terusan yang cukup ketat. Sekilas orang pasti sudah bisa menduga bahwa perempua ini dari kalangan berduit. Ah, lipstiknya aja pasti mahal, pikir si satpam sambil menelan ludah. Pagi-pagi, belum sarapan, ketemu makhluk secantik ini sendirian yang sebelumnya dalam mimpi pun tak pernah muncul.
“Mmm….ibu mau bertemu siapa ?” tanya si satpam sesopan mungkin.
“Pak Aryo.”
“Sudah janji ?”
“Saya memang kepagian. Harusnya jam 9. Tapi nggak apa-apa. Saya tunggu saja.”
“Baik bu. Silakan tunggu. Mmm….ibu mau minum apa ?
Perempuan itu tidak langsung menjawab.
“Dingin atau panas ?” tanyanya lagi.
“Panas, teh boleh.”
“baik bu.”

Si pembersih lantai mengepel lantai pura-pura tidak mendengar. Tapi sesekali pandangannya melirik ke arah perempuan itu. Dan, ketika si perempuan duduk, si pembersih sengaja mengepel lantai di sekitar dia duduk. Lumayan, melihat lutut dan sebagian paha yang putih mulus.
“Ngapain ngepel di sini lagi ? Tadi kan udah.” usir si satpam pada si pembersih.
Dengan gondok si pembersih pergi kebelakang. Satpam menyusul ke belakang.
“Buatin teh buat ibu.” perintah si satpam.
“Buat aja sendiri !”
“Hei .”
“Situ yang nawarin minum, bikin aja sendiri.”
“Tapi ini kan tugas situ ?!”
“Enak aja. Saya cuma bertugas bersihin ruangan. Nggak ada hubungannya dengan bikin teh atau kopi.”

Dengan sebal, si satpam bikin teh sendiri dan menghidangkan pada perempuan itu.
“silakan bu.”
Perempuan itu hanya mengangguk. Tanpa senyum. Tapi itu sudah memuaskan si satpam. Satpam kembali duduk. Posisinya berhadapan dengan si perempuan itu. Ia mengeluarkan kotak cermin kecil dan membereskan dandanannya.

Si pembersih masuk lagi sambil membawa lap basah. Ia mengelap kaca yang ada di sebelah perempuan itu. Si satpam memandangi si pembersih dengan ekspesi seakan-akan takut tindakan si pembersih melukai si perempuan. Walhasil, setetes air terciprat dan mengenai pipi perempuan itu. Slowmotion: air memercik, meloncat dengan gerakan sangat lambat (kalau perlu 1000 frame dalam satu detik) mengenai pipi si perempuan itu.

Si pembersih terlonjak kaget. Si satpam tak kalah kaget, kekhawatiran bahwa sesuatu akan “melukai” perempuan itu benar-benar terjadi.
Si pembersih buru-buru menghampiri si perempuan.
“Ma –ma af…..”
Si satpam dengan gerakan cepat mencekal tangan si pembersih.
“Lu bego amat sih !”
Pada saat bersamaan Aryo memasuki ruangan.
“Ada apa ini ? tanya Aryo.
Si satpam dan si pembersih seketika diam. si perempuan berdiri. Kali ini ia tersenyum, ke arah Aryo.
“Selamat pagi pak Aryo.
(BERSAMBUNG)

This page is powered by Blogger. Isn't yours?