html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Thursday, June 12, 2008

INDONESIA

Persis seminggu lalu Aryo berkesempatan mendatangi 2 perayaan yang kebetulan diadakan dalam satu hari (6/7/08). Dua-duanya sama-sama berkaitan dengan Indonesia. Tapi keduanya berbeda dengan sangat kontrasnya.
Perayaan pertama, peringatan 30 tahun Yayasan Bung Karno (YBK) , sekaligus peringatan ulang tahun Bung Karno yang ke 107. Perayaannya bertempat di gedung Pola. Sebuah gedung tua di jalan proklmasi. Begitu masuk yang terlihat adalah papan nama Gedung Perintis Kemerdekaan. Lho katanya Gedung Pola ? Iya, nama aslinya memang Gedung Pola. Gedung ini dibangun oleh Bung Karno dengan uang sendiri di atas tanah milik sendiri. Gedung ini dimaksudkan sebagai tempat perumusan dan pemeran pembangunan. Yang diserahi tugas membangunnya adalah arsitek besar yang pernah dimiliki negeri ini, F Silaban.
Kini gedung itu tidak menyiratkan kemewahan, melainkan kekumuhan. Kemumuhan itu langsung terlihat begitu masuk. Terasa sekali tidak adanya perawatan. Perayaan dilakukan di lantai 3. Aryo melihat sekeliling. Aryo merasa lebih tua 20 tahun ketika orang-orang di sekitar. Ada Omar Dhani, bekas menteri perhubungan jaman Orla yang kini berumur 90 tahun, ada Rosihan Anwar, wartawan sangat senior yang sekarang sudah hampir 90 tahun, ada anak SK Trimurti almarhum yang rambutnya sudah memutih semua. Dari pihak keluarga Bung Karno, ada Guntur, Sukmawati, Guruh, Bayu, Levana (istri almarhum Taufan)
Guruh Sukarnoputra sebagai ketua YBK memberikan sambutan. Intinya satu: penghargaan bangsa ini terhadap jasa-jasa Bung Karno sebagai bapak bangsa masih jauh dari memadai. Di New Delhi bahkan ada museum khusus untuk Bung Karno di sebuah jalan dengan nama Ir. Soekarno. Guruh menyatakan kesedihannya yang mendalam akan kondisi ini dan berharap semua hadirin untuk berjuang lebih keras memperkenalkan ajaran Bung Karno ke anak cucu. Setelah itu dilanjutkan acara potong kue. Beberapa pelajar berpakaian adat berbaris mengawal sebuah kue tart sebagai tanda wajib perayaan ulang tahun. Entah kenapa Aryo merasakan suasana kemuramam. Guruh yang pernah menyemarakkan indonesia dengan swara mahardika kok sekarang seakan-akan tidak mampu menyalakan sedikit api kemeriahan di acara yang penting ini ?
Perayaan kedua, terjadi di malam harinya di gedung megah Menara Mega lantai 19. Ini perayaan informal para panitia inti dari 100 tahun kebangkitan nasional yang membuat pagelaran kolosal di Gelora Bung Karno dengan melibatkan pemain hingga 30.000 orang. Ini sekadar perayaan ramah tamah para panitia yang merasa pageleran tersebut sangat sukses dan mendapat pujian langsung dari Presiden SBY. Pembubaran panitia ini dihadiri oleh Hatta Rajasa sebagai ketua panitia, Tuti Alawiyah yang berperan menghadirkan 40.000 orang majelis taklim di Gelora Bung Karno, Jaya Suprana sebagai ketua MURI dan tentunya Chaerul Tanjung sebagai ketua panitia harian dan tuan rumah. Di gedung yang setahun lalu diresmikan langsung oleh Presiden SBY memang menyiratkan kemewahan. Di lantai 19 adalah lantai eksekutif yang biasanya untuk menjamu tamu. Seluruh tembok dinding yang dilapisi kayu ini memang mengesankan mahal. Tamu langsung bersantap. Ada hidangan sushi, ada ice cream Baskin and Robin, ada yang tradisional juga seperti tekwan dan sate ayam. Acara selanjutnya adalah saling menyampaikan kesan-kesannya. Hatta menyatakan bahwa dia bangga sebagai orang Indonesia setelah acara ini. Selama 2 hari handphonenya dipenuhi ribuan sms pujian terhadap acara ini, tidak sedikit yang mengatakan menangis karena merasa disadarkan sebagai bagian dari bangsa besar. Jaya Suprana juga memberi sambutan, ”Saya sudah melihat semua pembukaan olimpiade tapi tidak ada yang sebaik perayaan 100 tahun kebangkitan kemarin. Luar biasa. Jadi saya instruksikan kepada pak Hatta untuk segera menawarkan diri sebagai pembuka olimpiade tahun 2012.” Tuti Alawaiyah menghaturkan rasa terima kasihnya yang mendalamkan karena dilibatkan pada acara yang sangat-sangat-sangat penting ini. Semua bertepuk tangan. Satu per satu memberikan sambutan. Kata ”bangga sebagai orang indonesia” disebut berulang-ulang. Suatu kebetulan dari, jendela terlihat semburan kembang api dari acara live musik yang ditayangkan trans tv. Lengkaplah sudah kemeriahan acara ini. Tidak ada kemuraman sedikit pun. Kalau pun ada yang meneteskan airmata, itu karena bangga bisa menyelesaikan tugas dengan sangat baik.

Sepulang dari acara ini, Aryo pulang jalan kaki karena sebagian angkot masih mogok akibat kenaikan BBM. Sepanjang jalan dia melihat wajah-wajah muram. Tapi ada juga wajah-wajah anak muda yang terlihat ceria bercanda sambil main gitar. Aryo tidak bisa menebak perasaannya sendiri. Mungkin hampa. Mungkin juga –ini yang ditakuti—tidak peduli.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?