html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Friday, July 29, 2005

PERKAWINAN
Aryo harus bicara tentang perkawinan. Produser memaksa acara pagi ini bertema perkawinan. Aryo bisa memaklumi. Setiap pilihan tema tidak lepas dari pengaruh situasi pribadi. Dalam hal ini produser. Berdasarkan gosip yang beredar, si produser sedang bermasalah dengan perkawinannya. Tidak ada yang heboh seperti artis-artis. Menurut cerita yang beredar: si produser kesulitan mengatasi konflik di antara mereka berdua karena si istri punya penghasilan jauh lebih besar dari si produser. Kok bisa ? Ya pasti bisa. Kalau cuma perbedaan gaji saja pasti tidak bermasalah. Tapi kalau perbedaan ini merembet ke masalah lain, bagaimana ? Misalnya, si produser jadi minder dan ini berpengaruh pada “prestasi”-nya di tempat tidur ?
“Listeners, tidak aneh dong kalau pagi ini saya mau ngomongin soal perkawinan. Perkawinan ada di mana-mana. Perkawinan terjadi dimana-mana. Orang yang memilih kawin jauh-jauh lebih banyak dari orang yang memilih hidup sendirian. Ratusan buku ditulis mengenai perkawinan. Ratusan film menyinggung soal perkawinan. Tapi toh tetap saja tidak ada kesepakatan pendapat mengenai makna perkawinan. Seakan-akan perkawinan adalah sebuah hutan yang tidak bisa digambarkan situasinya selain masuk ke dalamnya. Begitu masuk, itu tergantung pada banyak hal untuk tetap bisa bertahan di dalamnya dan menikmatinya. Listeners, beri pendapat anda tentang perkawinan Saya tidak peduli ini menambah ramai lalu-lintas makna perkawinan. Saya tidak peduli ini menambah bingung orang yang sedang mencari makna tentang perkawinan. Saya pribadi adalah pendukung prinspi bahwa perkawinan tidak boleh gagal, apapun kondisinya. Bagi yang tidak setuju dengan prinsip ini, jangan telpon ke mari !! Kali ini forum ini bukan untuk anda. Bagi yang setuju dengan prinsip ini, saya tunggu komentar anda tentang kenapa perkawinan tidak boleh gagal........”
Aryo pura-pura tidak melihat. Tapi instingnya tahu si produser sedang memperhatikan dirinya. Tidak ada yang bisa menebak apa yang berkecamuk dalam hatinya. Mungkin dia berharap mendapatkan komentar yang “ajaib” agar dia sedikit lebih tenang. Mungkin juga dia penasaran kenapa Aryo bisa punya pendapat yang begitu kolot (bahwa perkawinan tidak boleh gagal) di antara tingkah dan pemikirannya yang cenderung liberal.
Telpon berdering. Komentar pertama datang dari seorang pria yang tidak mau menyebutkan namanya. Umurnya 35 dan dia pengantin baru.
“Perkawinan nggak sekadar persoalan manajemen. Artinya, nggak sekadar mengatur bagaimana caranya dua orang manusia bisa hidup berdampingan sebagai satu tim meski banyak perbedaan. Perkawinan menurut saya adalah persoalan spiritual.. Saya sampai pada kesimpulan itu semata-mata karena pertimbangan praktis. Saya merasa kita --sebagai manusia—mempunyai keterbatasan untuk bisa mengatur hal yang paling berat seperti perkawinan itu semata-mata dengan pertimbangan duniawi. Kita harus menariknya menjadi persoalan akhirat sehingga sebagian besar keputusan memasuki perkawinan dan memilih pasangan adalah campur tangan Tuhan. Kita bisa yakin dengan perkawinan kita jika kita sampai pada taraf ‘pasangan saya adalah pilihan Tuhan untuk saya’ sehingga tidak ada alasan untuk menolak pilihan Tuhan itu di “tengah jalan”. Dengan kata lain, perkawinan tidak boleh gagal. Menggagalkan perkawinan sama saja dengan tidak percaya dengan pilihan Tuhan. Dengan percaya pasangan kita adalah pilihan Tuhan, kita seharusnya tidak perlu khawatir dengan kondisi kita –atau pasangan kita-- 5 tahun kedepan, 10 tahun kedepan, 20 tahun ke depan atau 30 tahun ke depan. Ini penting karena manusia berubah tidak dalam hitungan tahun, tapi jam. Cinta tidak hilang dalam hitungan tahun, tapi menit. Saat ini bilang ‘cinta’, 10 menit kemudian kita sudah menemukan obyek lain yang ‘layak dicintai’......”

Aryo mendengarkan dengan serius. Dengan ekor matanya, ia melirik si produser. Dahinya berkerut. Mungkin dia sedang berpikir keras mencerna komentar laki-laki ini. Atau mungkin juga dia sedang mengingat-ingat apakah istrinya ini dulunya dia anggap sebagai pilihan Tuhan ?

This page is powered by Blogger. Isn't yours?