html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Tuesday, January 18, 2005

HUBUNGAN DARAH
Hubungan darah sama sekali tidak menjamin solidaritas. Aryo sampai pada kesimpulan itu dengan marah. Aryo terpaksa melihat kenyataan itu di lingkungannya yang paling dekat. Ibu Aryo dimusuhi (mungkin lebih tepat dicuekin) selama berbulan-bulan oleh adik ibu hanya karena persoalan sepele. Dalam situasi seperti ini, Aryo terpaksa menghitung berapa banyak yang telah dilakukan ibunya selama ini pada adik ibu. Luar biasa banyak. Dan itu tidak sebanding dengan apa yang dilakukan adik ibu pada ibu. Aryo benar-benar marah. Lebih marah lagi jika mengingat betapa begonya orang yang mampu memusuhi ibunya yang begitu sabar dan pengalah. Saking marahnya, air mata Aryo menitik. Aryo berusaha menenangkan dirinya untuk tidak meluap. Untuk tidak melabrak si tante ini. Untuk tidak bertindak ekstrem. Karena bagaimanapun Aryo masih memperhitungkan reaksinya pada ibu.
Hubungan darah cuma sebatas keterkaitan genetik. Secara normatif memang seharusnya menjamin solidaritas yang lebih kuat dibandingkan hubungan yang tidak sedarah. Kakak lebih solider pada adik ketimbang pada teman. Seorang ayah lebih bela-belain anaknya ketimbang anak orang lain. Tapi sesuatu yang normatif lagi-lagi harus patuh pada situasi tertentu. Tidak pernah mutlak. Tapi faktor itu juga yang menyebabkan permusuhan di antara dua orang berhubungan darah jadi lebih menyakitkan. Itu yang dirasakan Aryo. Aryo memikirkan masalah ini dalam-dalam. Semakin dalam semakin kuat kemarahan yang muncul. Aryo pasrah. Aryo merelakan dirinya ditenggelamkan oleh kemarahan. Segala konsekuensinya siap ia tanggung......

This page is powered by Blogger. Isn't yours?