html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Wednesday, January 30, 2008

TUHAN
Tidak ada kata seajaib kata “Tuhan”. Bertanyalah pada satu orang yang anda temui di jalanan mengenai arti tuhan. Kemudian bandingkan dengan pengertian tuhan dari orang yang anda temui di Mesjid atau gereja atau wihara. Akankah sama ? Hampir bisa dipastikan tidak sama. Bahkan di antara orang-orang ateis pun, tuhan mempunyai makna yang hampir tidak mungkin sama dalam pemahaman mereka. Aryo penasaran dan tergelitik lagi dengan kata ini ketika berbincang dengan James. Seorang karyawan biasa yang menjelma menjadi seseorang yang berorientasi total pada agama. Aryo hanya ingin mendengarkan. Aryo sebenarnya cuma berniat sekadar mendengarkan karena di lubuk hati Aryo menyadari bahwa sungguh muskil mendiskusikan sesuatu dengan orang yang bertumpu semata-mata pada keyakinan. Tapi Aryo tak urung tergelitik ketika James meyakini –kata meyakini tidak tepat karena James meyebutnya sebagai kebenaran-- bahwa kebenaran itu tunggal sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci. ”Lha, bukankah apa yang tertulis dalam kitab suci itu sampai ke kita melalui penafsiran orang tertentu ? entah itu ahli agama atau orang yang kita percaya sebagai ahli agama.” begitu tanya Aryo spontan. James tidak memahami konsep tersebut. Lebh tepatnya, keyakinannya tidak memberi ruang kemungkinan bahwa informasi mengenai ayat dalam kitab suci itu bisa saja subyektif karena melewati orang-orang tertentu yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan seberapa canggih pun sistem untuk menjaga otoritas tersebut. Alhasil, kebenaran pun menjadi tunggal. Aryo tertegun. apa yang dia rasakan sekarang ? senangkah karena salah seorang teman telah menemukan jalan ”kebenaran” ? Atau sedih karena pasti tidak bisa berdiskusi lagi dengan orang tersebut tentang kebenaran ?
”Listeners, tanpa sadar kita menganggap Tuhan sebagai sesuatu yang kita kuasai. ’Tuhan telah bicara kepada orang-orang terdahulu dan akhirnya pada diriku dan itulah satu-satunya kebenaran !’ Mengapa kita tidak mampu melihat bahwa Tuhan telah bicara pada orang-orang lain terdahulu dan akhirnya sampai pada orang lain dan itu menjadi kebenaran yang lain ? Keyakinan bukan fakta. Keyakinan juga tidak berasal dari fakta. Jika memang demikian, mengapa harus yakin bahwa keyakinan akan keberanan itu bersifat tunggal ? Tuhan, jernihkan keruwetan pikiran kami agar bisa menerima kebenaran-Mu.”

This page is powered by Blogger. Isn't yours?