html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Thursday, June 17, 2004

OPTIMISME-PESIMISME
Ah, sudah lama jagoan kita –Aryo- tidak muncul. Dia masih siaran kok. Dia masih bergulat dengan tetek bengek kehidupan. Cuma, kadang-kadang dia skeptis dengan segala apa yang dipikirkan. Sebenarnya ada gunanya nggak sih pemikiran jika ternyata kita sama sekali tidak melihat ada efek yang berarti dari pikiran tersebut. Munculnya pemikiran seperti itu adalah ejawantah dari sikap pesimis. Sepanjang hidupnya, Aryo melihat dirinya sebagai lalu lintas optimisme dan pesimisme yang tak beraturan. Kadang-kadang Aryo melihat orang-orang di jalanan sebagai makhluk yang amat menyedihkan. Buang rokok sembarangan, nongkrong di pinggir jalan sepanjang hari, corat-coret tembok seenaknya. Sering terbersit: kenapa sih Jakarta dipenuhi orang-orang yang nggak ada gunanya seperti ini ?
Tapi ini masalah menarik. Setiap orang mempunyai optimisme dan pesimismenya sendiri-sendiri. Aryo ingin membuka pintu lebar-lebar untuk perdebatan antara pesimisme dan optimisme.
“Listeners, semua tindakan, pekerjaan, atau apapun yang kita lakukan berdasarkan apa yang kita yakini. Ada yang meyakini bahwa apapun di sekitar kita memungkinkan untuk diubah atau diperbaiki maka ia akan bertindak berdasarkan keyakinan itu. Begitu sebaliknya. Tapi ada juga yang ngomong bahwa optimisme dan pesimisme juga mungkin berasal dari bakat lahir. Ada yang begitu lahir langsung memandang dunia ini dengan kacamata suram dan ada yang memandangnya dengan warna-warna gemerlap. Karena itu, saat ini adalah saatnya membuka pintu untuk segala sikap optimisme-pesimisme. Kalian bebas mengemukakan optimisme dan pesimisme anda. Sebebas-bebasnya.”
Kring kring.
Optimisme dan pesimisme muncul silih berganti.

Optimisme: Dunia ini tercipta berdasarkan optimisme Tuhan bahwa manusia bisa menjaga martabatnya sebagai makhluk yang mulia. Makhluk yang berbudi luhur. Saling mengasihi sehingga tercipta sorga tanpa perlu sungai susu atau bidadari-bidadari cantik.

Pesimisme: Taik kucing ! Dasarnya aja sih optimisme. Tapi kemudian Tuhan sadar bahwa tidak ada dasar untuk optimis. Manusia tetap saja brengsek. Antara orang jahat dan orang baik, masih tetap banyak orang jahat. Coba Anda jalan-jalan di blok m. Sebagai tes, jatuhkan dompet anda. Berapa peluang dompet anda dikembalikan ? Saya bisa pastikan, peluangnya adalah NOL !
Sekali melangkah keluar dari pintu rumah, maka anda sama sekali tidak menemukan alasan untuk optimis. Tidak ada satu pun yang berjalan dengan baik. Ketika berjalan di trotoar, anda punya kemungkinan untuk terperosok pada lobang yang lupa ditutup, lalu anda kesetrum. Ketika menyeberang jalan di saat lampu merah, anda punya kemungkinan ditrabrak sepeda motor yang ngebut tanpa mengindahkan lampu merah. Ketika anda melaporkan peristiwa pencopetan ke kantor polisi, anda punya peluang untuk diperas polisi. Jalanan di Jakarta adalah contoh bagus dimana tidak ada lagi tempat untuk optimisme.

Optimisme: Orang-orang pesimis selalu terjebak pada fakta-fakta. Orang optimis selalu gembira karena dia berpegang pada keyakinannya. Seberapa sering pun seorang optimis ditipu, dia tetap yakin bahwa pada dasarnya manusia adalah baik. Dengan meyakini hal seperti itu, orang optimis bisa tersenyum setiap saat. Ekspresinya tidak pernah cemberut. Mungkin saja dia mengalami peristiwa-peristiwa buruk, tapi dia tetap yakin bahwa di depannya ada hal-hal baik. Dengan begitu, hatinya selalu riang. Kemungkinan untuk kena serangan jantung pun kecil. So, kesimpulannya, lepas dari mana yang lebih “benar” bersikap optimis atau pesimis, terbukti bahwa dengan bersikap “optimis” akan lebih menguntungkan. Itu pointnya.


Pesimisme: hahaha…… saya tetap bisa tertawa. saya tetap bisa tersenyum. Meskipun…. seluruh hidup saya adalah totalitas dari sikap pesimisme. Saya tidak yakin perkawinan saya akan langgeng. Saya tidak yakin anak-anak saya akan jadi orang-orang yang bener. Saya tidak yakin diri saya bisa masuk sorga. Nonsense kalo dibilang sikap optimis lebih menguntungkan. Dalam bisnis, kalo anda terlalu optimis dalam memandang sikap baik hati orang lain, anda akan dimakan mentah-mentah ! Di sekeliling kita adalah binatang buas. Kita tidak bisa bersikap optimis dengan pura-pura menganggap sekeliling kita dipenuhi kelinci yang lucu-lucu. So, bisa terlihat kan betapa lemahnya logika optimisme itu menguntungkan. Saya bisa memiliki lima perusahaan semata-mata karena seluruh tindak-tanduk saya didasari oleh pesimisme terhadap pendapat bahwa semua orang pada dasarnya baik.


Aryo tidak bicara apa-apa.
Jika diteruskan, perdebatan ini tidak akan ada habisnya.
Aryo merenung, jika sekarang kepalanya pusing mendengar segala simpang siur pendapat ini, itu pertanda dia optimis ataukah pesimis ?


This page is powered by Blogger. Isn't yours?