html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Thursday, October 20, 2005

NETRAL
Ketika diserang kanan-kiri berkaitan dengan keterlibatannya dalam iklan BBM, Aa’ Gym selalu menegaskan bahwa sikapnya netral. Dia tidak pro atau kontra. Dia ingin agar siapapun –baik yang pro maupun kontra-- bisa akur. Apa sebenarnya arti netral ? Dalam kamus Inggris Cambridge, neutral adalah “not saying or doing anything that would encourage or help any of the groups involved in an argument or war”. Poin terpenting di sini adalah tidak mengatakan apapun dan tidak berbuat apapun. Dari sudut pandang ini, kehadiran Aa’ Gym di iklan jelas menunjukkan dia tidak netral. Sebagai analogi, katakanlah di kantor Aryo, bos mengambil keputusan yang tidak menyenangkan. Sebagian karyawan setuju, sebagian lagi menentang keras. Lalu, Aryo berteriak: “Hei nggak usah bertengkar. Semua pendapat sash-sah saja. Saya NETRAL ! Terimalah peraturan ini dengan lapang dada.” Dari segi bahasa, memang disebutkan bahwa Aryo netral. Tapi substansi sebenarnya, Aryo mendukung keputusan tersebut.

Itulah yang terjadi dengan Aa’ Gym. Kalau dia memang netral (coba kembali ke pengertian tadi: not saying or doing anything), seharusnya Aa’ Gym tidak berkoar-koar tentang kenetralannya di media massa. Begitu dia mengatakan sesuatu di media massa, runtuhlah netralitasnya. Dan itu berarti dia mendukung keputusan pemerintah.

Dengan segala hormat pada Aa’ Gym, seperti yang dikatakan Aa’ Gym sendiri, kita membutuhkan pemimpin yang bisa menjadi suri tauladan. Pemimpin yang bisa menjadi suri tauladan adalah pemimpin yang berani mengambil sikap. Pemimpin yang bersikap netral tentunya bukan pemimpin yang berani mengambil sikap. Dulu dengan gagah berani Aa’ memprotes Amerika Serikat yang bersikap represif terhadap negara-negara Islam. Dulu Aa’ juga memprotes keras film “Buruan Cium Gue”. Betapa pun konroversialnya protes ini, tapi Aa’ berani mengambil sikap keras. Dan, sekarang kenapa tiba-tiba Aa’ memilih menjadi netral ?
Aa’, dengan segala hormat, pemimpin umat --apalagi untuk umat Aa’ yang begitu besar-- tidak boleh bersikap netral. Netralitas hanya membuat Aa’ terlihat sebagai pemimpin yang takut menyuarakan amar ma’ruf nahi mungkar. Dari kata-kata amar ma’ruf nahi mungkar pun sudah jelas bahwa kita tidak mungkin bersikap netral (ingat pengertian netral: tidak menyatakan atau melakukan apapun). Kita harus menentukan sikap. Semoga sumbang saran ini ada gunanya untuk mendukung munculnya pemimpin yang bisa menjadi suri tauladan.

Monday, October 17, 2005

OPTIMIS-SKEPTIS
Ada begitu banyak teori tentang perbedaan perempuan-laki-laki. Aryo ingin menyumbang satuuuu teori saja (terserah ini mau dianggap teori atau kesimpulan dari obrolan di warung kopi). Teori Aryo: Perempuan cenderung optimis, dan laki-laki cenderung skeptis. . Optimis dan Skeptis di sini menyangkut cara pandang terhadap pasangannya. Perempuan memandang pasangannya sebagai obyek yang memiliki banyak peluang untuk berubah ke arah yang lebih baik. Mau bukti ? Banyak tuh perempuan yang mau menikah dengan laki-laki yang --melalui kacamata umum—sulit sekali untuk menjadi lebih baik. Misalnya, pecandu narkoba. Ada banyak contoh perempuan tetap mau dinikahi laki-laki yang jelas-jelas --umpamnya-- pecandu narkoba (contoh, pasangan Pipik dan Ustadz Jefri). Bagi perempuan, seorang pecandu pun mempunyai peluang untuk menjadi lebih baik. Tidak demikian halnya dengan laki-laki. Sekali laki-laki menganggap pasangannya “tidak layak”, maka tidak ada lagi hari esok. Tidak ada kemungkinan untuk menjadi lebih baik. Karena itu sangat-sangat jarang seorang laki-laki bisa menerima pasangannya yang pecandu narkoba. Pikiran laki-laki “emangnya gue suster buat dia ?!!!” Laki-laki skeptis. Kalau hari ini tidak layak, maka besok pun tidak akan pernah menjadi layak. Laki-laki sulit memberi kesempatan –entah lewat perpanjangan hubungan, apalagi lewat pernikahan —kepada pasangannya untuk menjadi lebih baik. Laki-laki cenderung melihat pasangannya dalam konsep kekinian. Kini adalah segalanya.

Optimisme perempuan mempunyai dua sisi mata uang. Contoh berikut ini menjelaskan satu sisi: Windi --teman Aryo satu ini baru saja menceritakan nestapanya-- berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri. Ia optimis hubungannya ini akan berbeda dengan banyak hubungan perempuan lain dengan laki-laki berisitri. Tapi optimisme ini kandas. Si laki-laki tak kunjung bercerai, malah Windi kena labrak si istri. Sisi pertama mengarahkan perempuan sebagai korban.
Sisi kedua, kebalikannya, justru menjadi sumber kekuatan bagi laki-laki. Optimisme perempuan membuat laki-laki punya niat untuk berubah, bahkan di sebagian kasus membuat laki-laki tergerak untuk melakukan tindakan konkret. Pipik menjadi unsur penguat sehingga Ustadz Jeffri menjadi seperti sekarang ini.

Friday, October 07, 2005

SAKIT
Aryo termasuk jarang sakit. Tapi kali ini kesehatannya terancam sesuatu yang serius. Ada batu di ginjalnya. Gejalanya dimulai ketika Aryo demam di tengah malam. Terasa sakit ketika kencing dan ada darah. Besoknya Aryo ke dokter. Karena hari Sabtu, yang tersedia cuma dokter umum. Dari pemeriksaan urine terlihat ada yang tidak beres. Sehingga dilakukan pemeriksaan USG. Terlihat “benda” kecil di ginjal. Dokter menyatakan tidak terlalu parah karena hanya berupa butiran-butiran pasir. Karena itu dokter hanya memberikan antibiotik untuk mengobati infeksi. Pengobatan cukup berhasil. Selama seminggu aman-aman saja. Memasuki minggu ketiga, kumat dan lebih parah lagi. Darah lebih banyak. Akhirnya periksa ke dokter spesialis urologi. Begitu melihat USG, dokter langsung yakin itu adalah “batu” dan butuh perhatian serius. Aryo dijadwalkan foto dan diberi obat. Harga obat sekitar Rp. 500.000. Sebelum foto, dua hari sebelumnya harus makan bubur dan kecap saja. Wow. dan, di hari pemfotoan, tepat jam 10 harus minum garam inggris. 8 jam puasa total menjelang foto. Akibat garam inggris Aryo juga baru tahu: semua isi perut terkuras. Akhirnya tepat jam 6 di foto. Mau tahu harganya ? Rp 475.000. Untuk keperluan foto juga harus beli obat untuk membuat kontras ginjal saat difoto. Harganya Rp. 275.000.

Sekarang Aryo sudah cukup tenang. Setelah minum obat beberapa hari, dipastikan tidak ada batu lagi di ginjalnya. Tapi ada hal lain yang membuatnya tidak tenang: harga obat. Baru tadi pagi Aryo baca laporan kompas tentang para buruh bangunan. Biasanya mereka dengan Rp 3.000 bisa makan dengan lauk telur, sekarang tidak bisa lagi sejak kenaikan BBM. Harga obat pasti lebih mahal dari sepiring nasi berisi sayur dan telur. Dengan kata lain, sakit adalah kemewahan. Orang miskin sama sekali tidak diperkenankan sakit. Masih ingat kan pelajaran ekonomi di SMP ? Ada kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Begitu naifnya saat itu sehingga seakan-akan setiap orang Indonesia mempunyai kebutuhan primer, sekunder dan tersier yang sama. Buat sebagian orang, makan dengan sayur dan ayam adalah kebutuhan primer, tapi buat orang lain bisa jadi kebutuhan sekunder atau malah tersier karena begitu jauhnya untuk dijangkau. Buat orang tertentu, obat adalah kebutuhan primer dalam kondisi sakit. Buat orang lain, obat adalah kebutuhan tersier, apapun kondisinya.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?