html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Wednesday, March 18, 2009

IRI
Dalam urusan etika, iri selalu negatif. Dalam urusan pemasaran, iri adalah senjata. Melalui rasa iri, orang pemasaran bisa memaksimalkan jumlah “pembeli”. Tung Desem selalu mengusung tema Cara Cepat Menjadi Kaya, karena itu dia harus mengeksplorasi rasa iri orang terhadap kondisi enak dari orang kaya. Atau, mengeksploitas betapa tidak enaknya jadi orang miskin (Tung Desem sesekali bercerita dengan gaya dramatis tentang kakaknya yang kehilangan suami karena tidak mampu bayar biaya operasi sebesar Rp 200 juta. Poinnya: anda bisa kehilangan orang yang anda cintai, kalau anda tidak punya duit.). Jualan Tung Desem tidak akan dibeli oleh orang yang merasa bahwa kaya bukan berarti apa-apa, bukan sesuatu yang patut diirikan.

Sehingga iri, selain tamak, adalah anak kandung kapitalisme. Iri memicu pembelian. Volume penjualan Nissan Livina akan bertambah kalau virus iri ini menyebar. Orang iri terhadap Nissan Livina milik tetangganya, teman sekerja atau teman SMA-nya sehingga akhirnya dia membeli Nissan Livina juga.

Aryo berusaha menelaah rasa iri apa yang bersemayam dalam dirinya justru ketika dia merasa akhir-akhir ini tidak ada sesuatu pun yang ingin dibeli. Aryo tidak iri pada Bambang temannya SMA yang punya apartemen dengan jacuzzi di dalamnya. Aryo tidak iri pada Sutikno teman kuliah yang mengoleksi mobil-mobil mewah Eropa termasuk Porsche (Mario Teguh selalu membangkitkan semangat orang dengan menanyai mobil idamannya. Jika jawaban anda adalah mobil kijang, anda harus siap-siap ditertawai Mario Teguh).

Tidak adanya rasa iri, bisa disyukuri , tapi sekaligus merangsang rasa waspada: apakah saya tidak ingin apa-apa lagi di dunia ini ? Di sisi lain, Aryo tidak percaya dengan teori kebahagiaan. Artinya, tidak adanya rasa iri itu bukan karena Aryo menerapkan diktum kebahagiaan yang klise itu: syukurilah apa yang kamu miliki. Aryo curiga tidak adanya rasa iri itu karena.....Aryo menyadari kefanaan dunia ini. Grrrhhhhh, basi !!!!!

”Listeners, mari kita berbagi rasa iri. Ceritakan rasa iri yang membuat anda merasa tersiksa ataupun rasa iri yang membuat anda merasa hidup. Silakan.”

Seorang perempuan umur 39 tahun menelpon.
”Saya mau cerita tentang teman saya. Sebut saja namanya Mona. Saya dan Mona tumbuh besar bersama sejak di SD. Waktu SD itu saya iri banget sama dia. Dia punya apapun yang diinginkan anak perempuan. Dia punya lusinan boneka Barbie oleh-oleh dari luar negeri. Dia punya baju selemari besar yang tidak ditemui di pasar manapun di Jakarta. Dia anak orang kaya. Sekarang setelah 30 tahun saya tetap iri pada dia justru karena dia merelakan dirinya tidak punya apa-apa yang diirikan.Seluruh kekayaannya untuk sebuah sekolah yang dia dirikan untuk anak-anak jalanan. Seluruh waktunya untuk bergaul dan menyayangi anak-anak jalanan itu. Tapi, lihatlah sorot matanya ketika Mona berada di tengah anak-anak itu. Itu yang aku irikan. Mona tetap membuatku iri ketika dia tidak punya apa-apa selain sorot mata yang begitu menyala-nyala.....”

Aryo mengakui dalam hati dia juga iri pada Mona.

Wednesday, March 11, 2009

RAMBUT
Seorang creative director dari advertising agency Sontolojo punya rencana yang menurut sebagian orang nyeleneh: mendirikan salon khusus. Apa khususnya ? Setiap pelanggan yang datang tidak boleh memesan bentuk rambut tentu. Pelanggan cuma boleh duduk dan menyerahkan sepenuhnya urusan bentuk rambut ke pemotong rambut.
“Ini konsep yang kreatif dan unik. Nggak ada yang kepikiran ini.” Begitu ujar si creative director dengan bangganya. Memang tidak ada yang terpikir konsep ini. Tapi masalahnya, ada tidak yang menyukai konsep ini ? Si creative director benar-benar membuka salon ini. Sebulan kemudian dia terpaksa menutup salon ini tanpa mau mengaku berapa banyak pelanggan yang sudah mampir ke tempat ini.

Agak jauh dari salon ini, ada potong rambut Heri. Yang memotong memang bernama Heri. Dia menekuni profesi ini lebih dari 20 tahun. Ada banyak pelanggannya yang menggunaka jasanya juga lebih dari 20 tahun. Salah satunya adalah petinggi Angkatan Laut yang setiap kali ingin cukur memintanya untuk datang. . Aryo berlangganan di potong rambut ini baru 5 tahun. Dia sudah berkeliling ke berbagai salon. Tapi rasanya baru di tempat ini dia merasanya rambutnya diperlakukan dengan sepantasnya dan sebenarnya. Apa rahasianya ? Bang Heri cuma menyebut dua hal. Pertama, memotong rambut disesuaikan dengan bentuk wajah. Kedua, memotong rambut disesuaikan dengan selera pemilik rambut. Bang Heri sampai sekarang bersolo karir. Dulu pernah ada yang magang di tempatnya. Si anak magang ini dibebaskan untuk belajar dan mengambil jatah setiap pelanggan baru yang datang. Tapi ternyata dia tidak tahan. Dia tidak tahan dengan kesepian. Dia tidak tahan dengan prinsip bahwa kemajuan itu harus selangkah demi selangkah. Dia merasa frustrasi ketika pelanggan kebanyakan memilih untuk dipotong Bang Heri. ”Kenapa dia merasa begitu bekerja akan langsung dapat banyak pelanggan ? Semua mesti dimulai dari nol. Harusnya dia berpikir bagaimana caranya membuat pelanggan itu akan datang lagi ke sini minggu depan atau bulan depan.”
Bang Heri sampai detik ini masih mengenakan tarif Rp. 8.000. Sebuah angka yang hanya cukup untuk membeli 1 porsi makan siang minimalis di warteg. Karena itu sebagian pelanggannya yang lama memberi uang lebih. Rp 20.000 - Rp 50.000. Angka yang sangat tidak seberapa dengan kepuasan atas bentuk rambut hasil karya Bang Heri.

”Listeners, betapa seringnya kita merasa sok kreatif sehingga melupakan ajaran paling dasar bahwa orang mesti melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Bang Heri melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Keindahan dan keinginan si pelanggan jauh lebih penting dari keinginan bang Heri pribadi untuk memperkaya diri sendiri. Apa yang ada di benak si creatif director itu ? Apakah berbeda itu menjadi ukuran akhlak tertinggi sehingga melupakan bahwa orang punya hak dan selera sendiri terhadap rambutnya ? Apakah sebegitu kreatifnya dia sehingga menafikkan kenyataan bahwa orang lain atau pelanggan mempunyai hak untuk memilih ? Siapa yang mau mengikuti jejak si creative director ? Silakan. Ciptakan, misalnya, restoran tanpa menu. Kita akan lihat hasilnya.”

This page is powered by Blogger. Isn't yours?