html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Saturday, December 13, 2008

Menangis

You are what you wear.  Terlalu sering kita mendengar itu. Entah di seminar pemasaran atau dari seorang atasan yang menganggap sangat penting pergi bekerja mengenakan dasi.  You are what you read.  Sesekali kita mendengar itu ketika seseorang ingin pamer bahwa dia memang banyak membaca. You are what cry for.  Pernah dengar ?    Aryo menjamin anda tidak pernah mendengar itu.  “Listeners, kemarin, bulan lalu,  sepuluh tahun lalu, atau mungkin beberapa detik lalu,  anda menangis.  Untuk apakah anda menangis ?  atau kata lain,  atas alasan apakah anda menangis ? menangisnya Anda sekadar naluri primitif ketika ada sesuatu yang menyakiti anda ataukah anda mewakili cita-cita universal yang bisa menangisi penderitaan manusia di  belahan dunia lain ?  silakan telpon ke sini. Saya ingin tahu siapa anda dari apa yang membuat anda menangis.”

Sebuah lagu diputar.  Suara jadul Simon & Garfunkel  mengalun “when you weary, feeling small. When tears are in your eyes, I will dry them all. I am on your side when time get rough. And friend just can be found…..”

Telpon segera berdering.  Di seberang ada Mario, 25 tahun, pekerja ambisius di perusahaan broker saham.

“saya selalu nangis dengerin lagu garfunkel itu.  Sekarang pun saya nangis .  Rasanya gimana gitu. Lagu itu seakan bener-bener keluar dari hati seorang teman. Tulus. Kalo inget itu langsung inget kalo saya gak punya temen seperti itu. Dan itu otomatis memicu kesadaran bahwa saya kesepian.  Itu membuat saya nangis lagi.”

Berikutnya, Om William, 65 th, pensiunan.

“Saya menangis setiap ketemu pejabat pemerintahan. Kenapa di otak mereka cuma ada duit duit duit.  Sama sekali ndak ada sedikit pun niat berbuat sesuatu membangun negeri. Kata membangun  mungkin terlalu muluk. Mereka ndak ada sedikit pun niat selain memperkaya diri sendiri.  Sudah jelas-jelas proyek pengelolaan sampah yang disampaikan pemerintah jerman itu gratis dan bermanfaat  malah ditolak pemda karena  ndak  ngasih duit buat pemda. Sepertinya saya akan terus menangis dalam waktu cukup lama.”

Suara Om William terkesan berat. Bukan karena warna suara tapi berat oleh keprihatinan. Aryo tidak jelas proyek pengelolaan sampah mana yang dimaksud Om William.

Setelah itu, Ratih 35 th, aktivis LSM.

“Gue menangis setiap kali melihat tas dan jaket dari kulit buaya dan ular. Bukan karena  gue  sayang banget ama buaya dan ular. Tapi semata-mata menyesali sikap orang-orang yang tolol. Buaya dan ular dibunuh cuma untuk diambil kulitnya.  Mereka nggak sadar akibat tindakannya itu, ekosistem bisa rusak.  Ekosistem rusak, lingkungan pun jadi rusak.  Mungkin mereka tahu, tapi nggak peduli.  Gimana gue nggak lebih nangis lagi.” 

Aryo tidak ingin mengambil kesimpulan apa-apa dari semua komentar pendengarnya ini.  You  are what you cry for. Aryo akhir-akhir ini merasa sering seperti terdesak perasaannya untuk  menangis.  Apa yang dia sedihkan ?  Tidak tahu.   Apa yang menjadi keprihatiannya ?  Tidak jelas.  Begitu saja muncul perasaan ingin menangis. Mungkin saja untuk kasus ini menangis cuma sekadar reaksi kimia.  Reaksi kimia terhadap cuaca mendung, jalanan macet tiap hari dan menjelang akhir tahun yang nyaris tak menyiratkan harapan di tahun 2009.  Anggap saja seperti itu.  Jadi,  bagaimana karakter Aryo jika  alasan menangisnya seperti itu ?

 

 

 


Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?