html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Wednesday, September 17, 2008

TRAGEDI
“Listeners, sebagai makhluk sosial kita bisa serba salah. Ini kaitannya dalam menyikapi tragedi. Ambil contoh, tragedi 21 orang tewas di Pasuruan akibat ngantri zakat. Kita tentu terpukul atas tragedi ini. Terpukul karena ikut mengalami rasa kehilangan yang mendalam atas meninggalnya anggota keluarga. Terpukul karena rasa marah atas masalah kemiskinan di negeri ini yang nggak beres-beres . Tapi di sisi lain, seakan ada tuntutan untuk cepat melupakan kejadian itu supaya kita , sebagai makhluk sosial, bisa menjalani interaksi sosial secara normal. Supaya kita tidak terhenti atau terhambat untuk mengejar produktivitas. Apakah pendapat ini berlebihan karena terkesan berusaha menyepelekan tragedi yang menewaskan 21 orang ? Apakah pendapat ini mengecilkan arti nyawa manusia ? Tidak perlu dijawab langsung. Coba kita pindah sejenak ke tragedi bangsa lain. Misalnya Afghanistan. . Kita tidak perlu ke sana untuk merasakan tragedi itu. Cukup baca novel Kite Runner karya Khaled Hosseini.. Di masa pemerintahan Taliban ada sebuah ilustrasi: di pasar seorang perempuan sedang bertransaksi dengan penjual. Perempuan ini mengatakan sesuatu. Tapi karena penjual agak tuli, si perempuan ini mengeraskan suaranya supaya bisa didengar penjual. Tiba-tiba seorang tentara menghampirinya dengan tergopoh-gopoh dan memukulkan kayu ke paha perempuan itu dengan sekeras-kerasnya sambil berkata: tidak sopan seorang perempuan bicara sekeras itu !!! Kehidupan sehari-harinya selalu diancam ketakutan akan dihukum oleh para Talib dan ketakutan terkena peluru nyasar. Setiap malam selalu ada mayat tergeletak dan esoknya selalu ada orang-orang yang sibuk mencari-cari anggota keluarganya di antara mayat-mayat yang tergeletak itu. Dalam kehidupan seperti itu, manausia-manusia Afgan tetap harus bisa menjadi makhluk sosial untuk menjaga kewarasannya. Dan, alhasil, harus menganggap tragedi itu sebagai sesuatu yang biasa.
Listeners, apakah arti semua ini ? Ahhh, apakah perlu bertanya semacam itu ? Coba dengar yang dikatakan Amir Jan, tokoh dalam novel Kite Runner, ”Jangan pikirkan kehendak Tuhan. Yang ada cuma yang dilakukan dan yang tidak dilakukan.” Itulah poinnya, hanya karena kita merasakan keesedihan yang begitu mendalam dari begitu banyak tragedi di indonesia, apakah itu menjadi alasan kita tidak perlu melakukan apa-apa ? Sudah jadi kutukan manusia untuk serba salah. Tapi itulah yang membuat kita hidup. Karena selalu terjadi tarik-menarik antara mempedulikan dan mengacuhkan dalam diri kita. 100 persen mengacuhkan adalah kejahatan, 100 persen mempedulikan berarti tidak adil terhadap orang-orang terdekat kita. Berapakah proporsi yang ideal ? Biarlah nurani anda menjadi hakimnya.”

Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?