Monday, January 15, 2007
MOTIVATOR
Di sebuah seminar, Aryo --dan peserta yang lain-- diminta menggambar seekor anjing. Setelah semua selesai menggambar, si intruktur memberi penjelasan tentang makna gambar anjing dari masing-masing peserta. Bagi yang mengambar anjing menghadap kiri, itu menandakan tipe karakter yang mengevaluasi masa lalu dalam melangkah ke masa depan. Dengan kata lain ini adalah tipe hati-hati. Yang gambarnya menghadap kanan, menandakan tipe karakter yang terfokus pada hari ini. Tidak terlalu menganggap penting perencanaan. Yang penting jalan dulu, risiko urusan nanti. Nah, yang menghadap ke depan ? itu tandanya berkarakter frontal. Yang paling sial menggambar anjing tanpa kepala. Itu tandanya sakit jiwa. Tak sengaja Aryo melirik gambar anjing di sebelahnya, gambar anjing dilihat dari arah belakang sehingga seakan-akan dia cuma menggambar pantat anjing. Orang sebelah Aryo buru-buru menutupi gambarnya itu (siapa mau dianggap sakit jiwa walau ini cuma permainan).
Aryo cukup menikmati seminar ini. Ada banyak sesminar sejenis ini. Ada begitu banyak pula orang menyebut dirinya sebagai motivator. Dari orang yang tidak lulus SD seperti Andri Wongso (dan terbukti tidak menarik kalau anda merasa sebagai lulusan S1) sampai yang pernah menduduki posisi puncak di sebuah perusahaan di usia sangat muda seperti Mario Teguh. Di antara itu ada Tung Desem Waringin yang hampir tiap hari pasang iklan seminar di kompas, ada James Gwee, ada Ari Ginanjar (yang menggabungkan Emotional & Spritual jadi satu), ada Kafi Kurnia, Gede Prama (fokus pada spiritual) dan ada Maximum Impact (yang meskipun tidak terkenal tapi sangat menarik).
Aryo bermimpi menjadi motivator. Dalam benak Aryo, seorang motivator membutuhkan kemampuan untuk membuat pendengar terhibur dan tergerak untuk mengubah persepsi (syukur-syukur kalau perilaku) Menghibur adalah tugas paling penting dari seorang motivator. Tidak ada motivator yang sukses kalau dia tidak mampu membuat pendengarnya tertawa. Karena itu, planning Aryo –jika ingin m enjadi motivator—adalah: pertama, mengumpulkan semua joke dan mengidentifikasi joke mana yang lucu dan diseleksi laki joke mana yang sudah dipakai motivator lain. Tung Desem Waringin selalu mengulang kata-kata berikut, “angkat tangan kanan anda letakkan di pundak sebelah anda dan katakan pak –pak bu bu matikan teleponnya ya......” Biasanya memang selalu ada gerrrrr. Untuk sense of humor, Mario Teguh paling hebat. Mario Teguh mempunya bakat besar sebagai entertainer. Sebagai benchmark untuk lelucon, Aryo seharusnya mengacu pada Mario Teguh Kedua, menentukan tema apa yang belum dipakai oleh motivator lain. Seminar Tung Desem selalu berkaitan gengan Financial Revolution (bagaimana caranya kaya dalam waktu cepat), Mario Teguh fokus pada Membangun Brand Pribadi, Kafi Kurnia memilih anti-marketing, sedangkan Maximum Impact berkaitan dengan Leadership. Aryo ingin memilih tema kegagalan. Aryo akan menjelaskan bahwa kegagalan itu bukan dalam dimensi realitas tapi dalam dimensi mind set. Sehingga kita harus mendalami mengenai seluk-beluk kegagalan. Kegagalan dalam bentuknya yang paling umum adalah penolakan. Kita sering ditolak untuk mengemukakan ide kita, ditolak menjadi manajer, ditolak mengerjakan tugas yang lebih menantang dan sebagainya. Aryo akan mendalami ini dengan sungguh-sungguh. Ketiga, Aryo akan mendalami ilmu mengenai seni pertunjukan panggung. Kebanyakan motivator tidak mengeksploitasi panggung secara optimal. Mereka seperti stand up comedy yang miskin sekali menggunakan alat bantu.
“Listeners, sebagai penyiar saya sudah menguasai seni bicara di depan anda . Mungkin saya tinggal selangkah lagi untuk menjadi Mario Teguh atau Tung Desem atau Rhenald Kasali. Saya tidak menganggap materi mereka sudah basi atau membosankan. Tapi minimal saya memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh semua motivator, yaitu saya tidak pernah sukses. Dengan begitu riwayat hidup saya menjadi pelajaran yang penting untuk mempelajari kegagalan. Sampai ketemu di tempat seminar.”
Di sebuah seminar, Aryo --dan peserta yang lain-- diminta menggambar seekor anjing. Setelah semua selesai menggambar, si intruktur memberi penjelasan tentang makna gambar anjing dari masing-masing peserta. Bagi yang mengambar anjing menghadap kiri, itu menandakan tipe karakter yang mengevaluasi masa lalu dalam melangkah ke masa depan. Dengan kata lain ini adalah tipe hati-hati. Yang gambarnya menghadap kanan, menandakan tipe karakter yang terfokus pada hari ini. Tidak terlalu menganggap penting perencanaan. Yang penting jalan dulu, risiko urusan nanti. Nah, yang menghadap ke depan ? itu tandanya berkarakter frontal. Yang paling sial menggambar anjing tanpa kepala. Itu tandanya sakit jiwa. Tak sengaja Aryo melirik gambar anjing di sebelahnya, gambar anjing dilihat dari arah belakang sehingga seakan-akan dia cuma menggambar pantat anjing. Orang sebelah Aryo buru-buru menutupi gambarnya itu (siapa mau dianggap sakit jiwa walau ini cuma permainan).
Aryo cukup menikmati seminar ini. Ada banyak sesminar sejenis ini. Ada begitu banyak pula orang menyebut dirinya sebagai motivator. Dari orang yang tidak lulus SD seperti Andri Wongso (dan terbukti tidak menarik kalau anda merasa sebagai lulusan S1) sampai yang pernah menduduki posisi puncak di sebuah perusahaan di usia sangat muda seperti Mario Teguh. Di antara itu ada Tung Desem Waringin yang hampir tiap hari pasang iklan seminar di kompas, ada James Gwee, ada Ari Ginanjar (yang menggabungkan Emotional & Spritual jadi satu), ada Kafi Kurnia, Gede Prama (fokus pada spiritual) dan ada Maximum Impact (yang meskipun tidak terkenal tapi sangat menarik).
Aryo bermimpi menjadi motivator. Dalam benak Aryo, seorang motivator membutuhkan kemampuan untuk membuat pendengar terhibur dan tergerak untuk mengubah persepsi (syukur-syukur kalau perilaku) Menghibur adalah tugas paling penting dari seorang motivator. Tidak ada motivator yang sukses kalau dia tidak mampu membuat pendengarnya tertawa. Karena itu, planning Aryo –jika ingin m enjadi motivator—adalah: pertama, mengumpulkan semua joke dan mengidentifikasi joke mana yang lucu dan diseleksi laki joke mana yang sudah dipakai motivator lain. Tung Desem Waringin selalu mengulang kata-kata berikut, “angkat tangan kanan anda letakkan di pundak sebelah anda dan katakan pak –pak bu bu matikan teleponnya ya......” Biasanya memang selalu ada gerrrrr. Untuk sense of humor, Mario Teguh paling hebat. Mario Teguh mempunya bakat besar sebagai entertainer. Sebagai benchmark untuk lelucon, Aryo seharusnya mengacu pada Mario Teguh Kedua, menentukan tema apa yang belum dipakai oleh motivator lain. Seminar Tung Desem selalu berkaitan gengan Financial Revolution (bagaimana caranya kaya dalam waktu cepat), Mario Teguh fokus pada Membangun Brand Pribadi, Kafi Kurnia memilih anti-marketing, sedangkan Maximum Impact berkaitan dengan Leadership. Aryo ingin memilih tema kegagalan. Aryo akan menjelaskan bahwa kegagalan itu bukan dalam dimensi realitas tapi dalam dimensi mind set. Sehingga kita harus mendalami mengenai seluk-beluk kegagalan. Kegagalan dalam bentuknya yang paling umum adalah penolakan. Kita sering ditolak untuk mengemukakan ide kita, ditolak menjadi manajer, ditolak mengerjakan tugas yang lebih menantang dan sebagainya. Aryo akan mendalami ini dengan sungguh-sungguh. Ketiga, Aryo akan mendalami ilmu mengenai seni pertunjukan panggung. Kebanyakan motivator tidak mengeksploitasi panggung secara optimal. Mereka seperti stand up comedy yang miskin sekali menggunakan alat bantu.
“Listeners, sebagai penyiar saya sudah menguasai seni bicara di depan anda . Mungkin saya tinggal selangkah lagi untuk menjadi Mario Teguh atau Tung Desem atau Rhenald Kasali. Saya tidak menganggap materi mereka sudah basi atau membosankan. Tapi minimal saya memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh semua motivator, yaitu saya tidak pernah sukses. Dengan begitu riwayat hidup saya menjadi pelajaran yang penting untuk mempelajari kegagalan. Sampai ketemu di tempat seminar.”
Comments:
Post a Comment