html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Tuesday, December 21, 2004

TERANIAYA
Orang Indonesia ternyata memposisikan dirinya sebagai orang teraniaya. Sebagai orang teraniaya dia bebas melakukan apapun tanpa harus tunduk pada peraturan apapun. Aryo terpaksa berkesimpulan ekstrem seperti itu ketika melihat kejadian yang ekstrem. Di acara ulang tahun sebuah stasiun tv, grup Slank satu panggung dengan Iwan Fals. Dua-duanya punya penggemar yang kelewat banyak. Ketemu di satu tempat. Jadilah anarki. Para penggemar ini memposisikan diri sebagai orang “teraniaya” karena tak dibolehkan melihat bintang pujaannya (padahal aturannya untuk menonton ya harus mempunyai undangan atau tiket). Mereka merusak pagar. Mereka merusak mobil yang parkir. Sebagai orang teraniaya mereka perlu model orang yang menjadi penganiaya. Penganiaya ini adalah semua orang yang bukan mereka. Semua orang yang berada di luar mereka. Mobil-mobi itu milik orang-orang diluar mereka. Karena itu harus dihancurkan. Total mobil yang rusak mencapai 50 buah.
Di jalanan pun banyak orang memposisikan dirinya sebagai orang teraniaya. Sebuah motor ditabrak mobil. Situasi ini diterjemahkan sebagai si kaya pemilik mobil menganiaya si miskin pemilik motor. Sehingga si pengendara motor bebas melakukan apapun pada si pengendara mobil meski si pengendara motor yang salah. Mungkin ini terlalu menggeneralisasi. Tapi minimal si pengendara motor punya kekuasaan yang lebih tinggi ketika di jalan ditabrak mobil karena ... ya itu tadi... ia punya dalih sebagai orang teraniaya.
Karena itu, untuk pagi ini Aryo menciptakan tema yang tidak lazim: “dianiaya oleh orang yang merasa teraniaya.”. Ini berkaitan dengan novel yang baru dibaca Aryo. Karya pengarang Vietnam. Tentang masa-masa ketika Vietnam dikuasai komunis. Para petani saat itu melakukan pemberontakan dan menjadi kelas penguasa. Mereka menggeneralisasi semua orang yang memiliki tanah sebagai kamu borjuis. Padahal, memiliki tanah cuma seperempat hektar bisa jadi masuk golongan orang miskin tapi ia tetap kena kebijakan pembasmian pemilik tanah. Situasi yang absurd.
Penelpon pertama berasal dari seorang perempuan yang tidak mau menyebut namanya.
“Sejak kapan cewek menolak cowok dianggap sebagai penganiayaan ?!! Dua kali saya mendengar kasus di kalangan temen sendiri dimana mereka menolak dan kemudian dibalas dengan tindakan yang menyakitkan. Temen saya ini nggak nerima cinta seorang cowok, lalu dengan caranya dia bisa deketin boss-nya hingga akhirnya dia dipecat. Gila gak. Dengan alasan dianiaya, dia bisa menganiaya jauh lebih kejam. Temen saya yang satu lag, begitu menolak cowok, besoknya dia menjadi korban tabrak lari hingga kakinya patah. Memang cowok tersebut nggak terlihat langsung, tapi siapa lagi kalau bukan dia ?!! Para cowok mentalnya memang udah parah. Nggak sportif.”
Perempuan itu tampak sangat emosional. Itu yang membuat Aryo menahan diri untuk tidak tersenyum. Masalah ini menggelikan tapi sekaligus serius. Masalah mental sebagai orang teraniaya ini begitu luas menyebar. Menjadi laten. Dan, sewaktu-waktu meledak.


Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?