html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Thursday, April 08, 2004

KEINGINAN SEDERHANA
Aryo terbangun dalam keadaan teringat sesuatu. Sesuatu yang merupakan keinginan sederhana, entah kapan sempat tercetus, tapi tiba-tiba pagi ini menjadi keinginan yang begitu bernafsu diwujudkan. Keinginan itu adalah bertemu dengan teman-teman SMA dan ngobrol ngalor-ngidul tentang kehidupan waktu itu tanpa menyinggung sedikit kehidupan masa kini. Keinginan sederhana karena memang tinggal angkat telpon untuk mengumpulkan semua teman SMA-nya. Tapi, di balik kesederhanaan itu terdapat kemustahilan. Tidak mungkin sepenuhnya bernostalgia tanpa sedikit pun menyerempet basa-basi tentang kehidupan sekarang. Bagi Aryo, kalau sudah membicarakan kehidupan sekarang, berarti sudah dicemari oleh rasa pamer. Si Joni pamer tentang mobil Audi terbarunya, Si Prapto dengan sedkit bercanda menyinggung sebuat proyek bernilai 500 M yang sedang ditanganinya, si Badil menceritakan kebanggaannya mempunyai anak yang bisa menjadi finalis olimpiade fisika tingkat SD.
Tidak ada yang salah dengan semua cerita itu.
Tapi Aryo tidak sedang menginginkan itu. Ia ingin sebuah perjalanan kembali ke masa lalu yang benar-benar steril.
“Listeners sekalian. Betapa absurdnya sebenarnya hidup ini. Mencari makna hidup sudah pasti hampir mustahil. Oke. Nah, sekarang, ketika kita punya keinginan sederhana pun, kok ya mustahil juga. Saya ingin bertemu dengan teman-teman SMA, ngobrol, tanpa sedikit ngomongin masa kini. Saya ingin suasana nostalgia yang steril dari keinginan untuk menonjolkan diri. 9 dari 10 orang yang mendengarkan acara ini pasti menganggap keinginan saya ini mustahil. Orang tak bisa ditahan untuk tidak membicarakan keberhasilan dirinya sendiri. Oke, mari kita sharing. Adakah di antara anda yang mempunyai keinginan sederhana tapi ternyata nyaris mustahil.”
Aryo meminum kopi sambil menunggu telpon. Di hadapannya terlihat Norma dengan make up yang tampak lain. Norma benar-benar menggunakan make up yang lain ataukah Aryo melihat secara lain.
"Kamu punya keinginan sederhana apa Nor ?"
"Apa mas ?"
"Topik kita kan keinginan sederhana yang nyaris mustahil. Kamu punya keinginan apa yang menurut kamu nyaris mustahil untuk diwujudkan ?"
"Menjadi penyiar !"
"Menjadi penyiar ? Maksudmu ?"
"Iya. menjadi penyiar. Saya ingin menjadi penyiar walau cuma sehari."
"Oke. Sekarang kamu duduk di sini, aku duduk di tempat kamu."
"Ah mas bercanda."
"Lho saya serius !"
"Jangan-jangan. Nggak jadi mas."
"Udah terlambat. Kamu harus duduk di sini sekarang. Saya ingin buktiin bahwa keinginan kamu itu nggak mustahil."

Norma melihat Aryo yang tampak serius. Aryo berdiri dan melangkah ke tempat Norma. Norma dengan ragu-ragu juga berdiri dan melangkah menuju tempat Aryo. Mereka ganti posisi.

“Lis…listeners…. sekalian. Perkenalkan saya Norma…….

Norma tersedak. Ia merasa pilihan kata-katanya sangat norak. Ia menoleh kea rah Aryo. Aryo sama sekali tidak peduli.

"Baik. Saya akan menerima telpon dari anda. Ceritakan saja apa keinginan anda yang anda anggap mustahil itu. Siapa tahu ternyata nggak se-mustahil yang anda sangka."

Telpon berdering.
"Ya Halo. Silakan langsung saja."
"Gue Leman. Gue nggak tahu ini keinginan sederhana ato nggak. Menurut gue sih sederhana, tapi kok ya mustahil banget kayaknya. Gue suka lari sore di senayan. Gue sering banget lihat Cornelia Agatha juga lari. Gue Cuma pingin lari persis di sebelah dia lalu sesekali ngobrol "capek lu ye" "kayaknya lu agak kurusan deh" "gue suka banget akting lu di film x". Nah sederhana kan. Tapi sampai sekarang gue cuma bisa ngeliat dia tanpa action bo."

Telpon berdering lagi. Begini komentarnya:
"Keinginan Leman itu mah nggak mustahil. Si Leman-nya aja yang nggak pede. Apa susahnya lari deket dia persis lalu sok akrab ngobrol ama dia. Paling-paling juga dicuekin. Nah, keinginan aku ini baru bisa dibilang mustahil. Aku ingin menyenangkan mama aku. Dia sudah tua. Aku berusaha membelikan cincin, kalung atau makanan enak. Tapi Mama aku selalu melempar semua pemberian aku. Aku terlalu dibencinya. Tak ada satu pun pemberian atau tindakan aku yang bisa membuat dia senang karena semua bagian dari diriku adalah sesuatu yang dibencinya. Aku Cuma berharap dia mau menerima salah satu pemberian aku. Itu sudah cukup. Aku tak berharap muluk-muluk supaya mama mau mencintai aku.….."

Telpon terputus. Norma juga terpana. Ia menoleh ke Aryo yang masih pura-pura menunduk dan tidak peduli.

"Listeners, keinginan sederhana yang mustahil. Ahhhh… betapa absurd. Kenapa masih disebut sederhana kalau mustahil ? Saya protes sama Mas Aryo. Keinginan ya keinginan. Nggak perlu disebut sederhana atau nggak sederhana. Saya ingin jadi penyiar. adalah keinginan dan ternyata tidak mustahil. Leman ingin lari bareng Cornelia dan ternyata sulit banget untuk mewujudkannnya padahal Cornelia sudah di depan mata. Penelpon satunya lagi ingin sekadar mamanya mau menerima pemberian dia (Norma menarik napas) dan ternyata itu begitu mustahil karena kebencian mama. Manusia selalu punya keinginan. Dan ketika kita tidak mampu memenuhi keinginan itu --yang mungkin kelihatan sederhana, sepele dan tidak ada artinya-- maka lengkaplah kita sebagai makhluk yang tidak berdaya. Di situlah letak absurd yang sesungguhnya."

Aryo melihat ke arah Norma. Kali ini Norma yang pura-pura menunduk dan tidak peduli. Padahal hatinya sedang bergemuruh.


Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?