html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Tuesday, March 02, 2004

BUDDY
Pagi-pagi sekali, Aryo terbangun.. Tidak ada mimpi aneh yang membangunkannya. Cuma sekadar reaksi biologis yang menyatakan bahwa tidurnya sudah cukup. Aryo tidak bisa memejamkan mata lagi. Ternyata di rak ada satu DVD yang masih belum sempat ditonton. Judulnya Bounce. Bintangnya Ben Affleck dan Gwyneth Paltrow. Film diawali dengan situasi menjelang natal. Di bandara banyak penerbangan tertunda karena badai salju. Tiga orang asing saling ketemu sekedar ngobrol. Obrolan biasa. Tapi tiba-tiba Buddy kasihan pada Greg yang ingin cepat pulang karena punya anak-istri. Buddy memberikan tiket pesawatnya yang berangkat lebih dulu. Greg merasa sangat berterima kasih. Tapi, sesuatu terjadi. Pesawat itu jatuh ! semua penumpangnya tewas.
Buddy merasa terbebani, dia menjadi stress. Dia sempat dirawat di pusat rehabilitasi penderita kecanduan alkohol. Buddy berusaha mengobati rasa bersalahnya dengan berbuat kebaikan pada janda mendiang Greg --Abby (Gwyneth Paltrow). Cerita bergulir pelan hingga mereka saling jatuh cinta. Menjelang akhir, sebelum Buddy sempat mengakui semuanya, Abby terlanjur tahu lebih dulu. Abby merasa dibohongi. Ia mengusir Buddy dan memaksa dia untuk mengucapkan good bye pada kedua anaknya. Ini adegan yang paling menarik. Buddy menitikan air mata dan berlutut. Semua terasa wajar. Ia ingin menunjukkan bahwa ia pun mengalami masa-masa berat karena harus menanggung rasa besalah telah memberikan tiket itu pada Greg, tapi juga bukan sesuatu yang direncanakannya kalau sekarang dia jatuh cinta pada Abby.
Aryo kagum.
Kadang-kadang sesuatu yang dahsyat itu tidak selalu berasal dari sesuatu yang gegap-gempita. Sesuatu yang dramatis tidak selalu terbentuk dari suara yang meraung-raung. Aryo terpekur.
"Para listeners, ada suatu ungkapan yang pernah saya tulis indah di sebuah kertas dan saya tempel di tembok. Ungkapan itu berbunyi: hidup ini adalah seni mengambil kesimpulan yang memadai dari berbagai premis yang tidak memadai. Mungkin agak sulit mencerna kata-kata itu. Tapi sebagai contoh, katakanlah hidup anda dipenuhi oleh berbagai pengalaman yang tidak enak dalam berhubungan cinta. Selalu gagal. Selalu ketemu wanita yang salah. Dari sekian banyak pengalaman yang tidak enak ini, anda harus tetap mengambil kesimpulan yang memadai supaya anda bisa melanjutkan hidup yang sehat dan berarti. Katakanlah anda mengambil kesimpulan bahwa semua wanita adalah bajingan, maka tertutup semua pintu bagi anda untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tapi, di sisi lain, jika anda berkesimpulan bahwa semua wanita adalah bidadari, anda berarti lebih bodoh dari keledai yang tidak pernah mengulang kesalahan hingga dua. Di situlah letak seni menarik kesimpulan yang memadai itu. Nah, kalau anda punya dilema seperti ini, bagilah cerita dengan kami."
Sungguh di luar dugaan, ada salah satu pendengar –mengaku bernama Lela-- yang juga sedang terkesan dengan film Bounce. Terutama terkagum-kagum dengan karakter Buddy.
"Kalo ada karakter seperti Buddy itu saya akan kejar kemanapun sampai dapat. Saya menangis melihat ketulusan seperti itu. Ah, adakah laki-laki seperti itu ?! sepanjang hidup saya, saya Cuma ketemu laki-laki bajingan. Laki-laki yang hiperpragmatis. Kalau sudah tidak butuh lagi, buang saja ! Nah seperti yang dibilang Mas Aryo, di sinilah letak dilema itu. Saya harus mengambil kesimpulan yang memadai. Saya tidak pernah bisa thingking positive pada laki-laki, tapi saya sadar “pengalaman kadang-kadang adalah guru yang menyesatkan”. Saya juga mesti melihat pengalaman orang lain. Sedikit banyak saya masih optimis terhadap karakter baik dari laki-laki. Saya punya harapan ada sosok setulus Buddy, tapi ada juga pengawas di hati saya yang selalu mengingatkan saya untuk tidak terlalu muluk berharap. Dua hal itu sudah cukup bagi saya tidak cepat-cepat mengambil kesimpulan yang memadai mengenai laki-laki. Dengan demikian, juga tidak buru-buru mengambil kesimpulan yang memadai tentang hidup."
Aryo tercenung.
Dalam benaknya berkecamuk sebuah bayangan: di dunia ini ada 5 milyar manusia dengan kemungkinan 5 milyar juga variasi pengalamannya, tentunya dengan ribuan milyar premis yang tersedia, berapa banyak kesimpulan memadai yang tersedia ?
Aryo tersenyum, persoalan filosofis kok bisa menjelma menjadi persoalan matematis ya.

Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?