html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Friday, February 27, 2004

AMANAH
Secara rutin Aryo membahas kata-kata. Hari ini dimulai dengan huruf "A". secara acak, yang terlintas di pikiran Aryo adalah kata "Amanah". Aryo mengecek di kamus. Kata tersebut bermakna: menitipkan sesuatu pada orang orang. That’s all ! Cuma itu. Tidak ada sakral-sakralnya. Menitipkan ‘sesuatu’ pada orang lain. Sesuatu bisa sangat tidak terbatas. Bisa mobil, bisa anak, bisa juga sandal jepit atau celana dalam. Dalam kata amanah tidak terkandung sebuah konsekuensi jika amanah itu dilanggar. Tapi kenapa agama seakan-akan meletakan soal amanah ini dalam posisi yang begitu tinggi. Seringkali penceramah bilang, jabatan adalah amanah karena itu kita mesti bersungguh-sungguh. Apa makna amanah di sini kalau merujuk pada kamus ? apakah itu artinya jabatan adalah sesuatu yang dititipkan oleh seseorang (atau orang banyak) pada kita ? ah, kok jadi ruwet begini. Yang jelas, amanah itu tidak harus sesuatu yang penting. Bahkan mungkin saja sesuatu itu sangat sepele atau mungkin najis sehingga harus dititipkan ke orang lain. Misalnya, seseorang punya anak yang sangat bandel. Karena sudah tidak bisa mengatasi dia menitipkan anak itu ke orang lain. Apakah orang yang dititipi anak ini mempunyai kewajiban moral tertentu (ingat: anak ini cuma sekadar manifestasi lepas tanggung jawab dari orang yang menitipkan) ?

Orang religius (atau sok religius ?) mungkin akan mengatakan bahwa semua yang ada pada diri kita adalah amanah dari Tuhan. Berdasarkan makna dari kamus, maka pengertiannya adalah Tuhan menitipkan sesuatu pada kita. Benarkah ? kalau Tuhan memang maha pemurah, kenapa Dia cuma menitipkan sesuatu ? kenapa Tuhan tidak memberikan sesuatu ? Hahaha…..
"listeners, saya tidak tahu anda hari ini sedang dititipin apa. Mungkin ada yang seneng karena dititipin sesuatu, tapi mungkin juga malah ada yang bete berat telah dititipin sesuatu. Oke. Silakan telpon saya. Ceritakan pengalaman anda."
Mulailah muncul banyak kisah.
Inilah salah satu kisah itu.
---Buce tidak pernah menyangka suatu hari dititipi "sesuatu" yang sangat besar. Seorang temannya menitipi uang sebesar Rp 1.400.000.000. lihat, nolnya ada delapan ! buce tidak pernah melihat uang dalam bentuk tunai-nya. Yang ia lihat Cuma barisan angka nol di buku tabungannya. Temannya tidak memberikan penjelasan kenapa ia menitipkan uang sebanyak itu di tabungannya. Buce --dengan pengetahuannya yang terbatas—hanya bisa menduga-duga. Mungkin saja itu money laundering. Kalau terjadi sesuatu, dia yang akan berurusan dengan polisi. Tapi, di sisi lain, Buce merasa berutang budi pada temannya itu karena pernah menampung di rumahnya ketika ia sama sekali tidak punya tempat untuk tinggal. Kini dia diberi amanah. Temannya menitipkan sesuatu pada dirinya. Amanah ini jelas tidak memberi manfaat apapun pada dirinya. Bahkan membahayakan. Dia sadar: dia harus punya langkah antisipasi terhadap amanah jenis ini. Sekarang Buce sudah lumayan tenang. Minimal dalam benaknya sudah tidak ada kekhawatiran akan menjadi urusan polisi kalau sesuatu terjadi.
"Listeners, amanah tidaklah sakral. Kalau merasa tidak ada untungnya, kenapa pula kita tidak segan-segan menolaknya. Apakah ini berarti saya terlalu mementingkan pertimbangan untung-rugi ? ah, kenapa pula harus malu mengakuinya. Pengertian amanah dalam kamus adalah perspektif untung-rugi juga. Semoga Tuhan mengampuni kita kalau salah menafsirkan makna kata amanah."

Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?