html> SANG PENYIAR <$BlogRSDURL$>

Wednesday, March 18, 2009

IRI
Dalam urusan etika, iri selalu negatif. Dalam urusan pemasaran, iri adalah senjata. Melalui rasa iri, orang pemasaran bisa memaksimalkan jumlah “pembeli”. Tung Desem selalu mengusung tema Cara Cepat Menjadi Kaya, karena itu dia harus mengeksplorasi rasa iri orang terhadap kondisi enak dari orang kaya. Atau, mengeksploitas betapa tidak enaknya jadi orang miskin (Tung Desem sesekali bercerita dengan gaya dramatis tentang kakaknya yang kehilangan suami karena tidak mampu bayar biaya operasi sebesar Rp 200 juta. Poinnya: anda bisa kehilangan orang yang anda cintai, kalau anda tidak punya duit.). Jualan Tung Desem tidak akan dibeli oleh orang yang merasa bahwa kaya bukan berarti apa-apa, bukan sesuatu yang patut diirikan.

Sehingga iri, selain tamak, adalah anak kandung kapitalisme. Iri memicu pembelian. Volume penjualan Nissan Livina akan bertambah kalau virus iri ini menyebar. Orang iri terhadap Nissan Livina milik tetangganya, teman sekerja atau teman SMA-nya sehingga akhirnya dia membeli Nissan Livina juga.

Aryo berusaha menelaah rasa iri apa yang bersemayam dalam dirinya justru ketika dia merasa akhir-akhir ini tidak ada sesuatu pun yang ingin dibeli. Aryo tidak iri pada Bambang temannya SMA yang punya apartemen dengan jacuzzi di dalamnya. Aryo tidak iri pada Sutikno teman kuliah yang mengoleksi mobil-mobil mewah Eropa termasuk Porsche (Mario Teguh selalu membangkitkan semangat orang dengan menanyai mobil idamannya. Jika jawaban anda adalah mobil kijang, anda harus siap-siap ditertawai Mario Teguh).

Tidak adanya rasa iri, bisa disyukuri , tapi sekaligus merangsang rasa waspada: apakah saya tidak ingin apa-apa lagi di dunia ini ? Di sisi lain, Aryo tidak percaya dengan teori kebahagiaan. Artinya, tidak adanya rasa iri itu bukan karena Aryo menerapkan diktum kebahagiaan yang klise itu: syukurilah apa yang kamu miliki. Aryo curiga tidak adanya rasa iri itu karena.....Aryo menyadari kefanaan dunia ini. Grrrhhhhh, basi !!!!!

”Listeners, mari kita berbagi rasa iri. Ceritakan rasa iri yang membuat anda merasa tersiksa ataupun rasa iri yang membuat anda merasa hidup. Silakan.”

Seorang perempuan umur 39 tahun menelpon.
”Saya mau cerita tentang teman saya. Sebut saja namanya Mona. Saya dan Mona tumbuh besar bersama sejak di SD. Waktu SD itu saya iri banget sama dia. Dia punya apapun yang diinginkan anak perempuan. Dia punya lusinan boneka Barbie oleh-oleh dari luar negeri. Dia punya baju selemari besar yang tidak ditemui di pasar manapun di Jakarta. Dia anak orang kaya. Sekarang setelah 30 tahun saya tetap iri pada dia justru karena dia merelakan dirinya tidak punya apa-apa yang diirikan.Seluruh kekayaannya untuk sebuah sekolah yang dia dirikan untuk anak-anak jalanan. Seluruh waktunya untuk bergaul dan menyayangi anak-anak jalanan itu. Tapi, lihatlah sorot matanya ketika Mona berada di tengah anak-anak itu. Itu yang aku irikan. Mona tetap membuatku iri ketika dia tidak punya apa-apa selain sorot mata yang begitu menyala-nyala.....”

Aryo mengakui dalam hati dia juga iri pada Mona.

Wednesday, March 11, 2009

RAMBUT
Seorang creative director dari advertising agency Sontolojo punya rencana yang menurut sebagian orang nyeleneh: mendirikan salon khusus. Apa khususnya ? Setiap pelanggan yang datang tidak boleh memesan bentuk rambut tentu. Pelanggan cuma boleh duduk dan menyerahkan sepenuhnya urusan bentuk rambut ke pemotong rambut.
“Ini konsep yang kreatif dan unik. Nggak ada yang kepikiran ini.” Begitu ujar si creative director dengan bangganya. Memang tidak ada yang terpikir konsep ini. Tapi masalahnya, ada tidak yang menyukai konsep ini ? Si creative director benar-benar membuka salon ini. Sebulan kemudian dia terpaksa menutup salon ini tanpa mau mengaku berapa banyak pelanggan yang sudah mampir ke tempat ini.

Agak jauh dari salon ini, ada potong rambut Heri. Yang memotong memang bernama Heri. Dia menekuni profesi ini lebih dari 20 tahun. Ada banyak pelanggannya yang menggunaka jasanya juga lebih dari 20 tahun. Salah satunya adalah petinggi Angkatan Laut yang setiap kali ingin cukur memintanya untuk datang. . Aryo berlangganan di potong rambut ini baru 5 tahun. Dia sudah berkeliling ke berbagai salon. Tapi rasanya baru di tempat ini dia merasanya rambutnya diperlakukan dengan sepantasnya dan sebenarnya. Apa rahasianya ? Bang Heri cuma menyebut dua hal. Pertama, memotong rambut disesuaikan dengan bentuk wajah. Kedua, memotong rambut disesuaikan dengan selera pemilik rambut. Bang Heri sampai sekarang bersolo karir. Dulu pernah ada yang magang di tempatnya. Si anak magang ini dibebaskan untuk belajar dan mengambil jatah setiap pelanggan baru yang datang. Tapi ternyata dia tidak tahan. Dia tidak tahan dengan kesepian. Dia tidak tahan dengan prinsip bahwa kemajuan itu harus selangkah demi selangkah. Dia merasa frustrasi ketika pelanggan kebanyakan memilih untuk dipotong Bang Heri. ”Kenapa dia merasa begitu bekerja akan langsung dapat banyak pelanggan ? Semua mesti dimulai dari nol. Harusnya dia berpikir bagaimana caranya membuat pelanggan itu akan datang lagi ke sini minggu depan atau bulan depan.”
Bang Heri sampai detik ini masih mengenakan tarif Rp. 8.000. Sebuah angka yang hanya cukup untuk membeli 1 porsi makan siang minimalis di warteg. Karena itu sebagian pelanggannya yang lama memberi uang lebih. Rp 20.000 - Rp 50.000. Angka yang sangat tidak seberapa dengan kepuasan atas bentuk rambut hasil karya Bang Heri.

”Listeners, betapa seringnya kita merasa sok kreatif sehingga melupakan ajaran paling dasar bahwa orang mesti melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Bang Heri melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Keindahan dan keinginan si pelanggan jauh lebih penting dari keinginan bang Heri pribadi untuk memperkaya diri sendiri. Apa yang ada di benak si creatif director itu ? Apakah berbeda itu menjadi ukuran akhlak tertinggi sehingga melupakan bahwa orang punya hak dan selera sendiri terhadap rambutnya ? Apakah sebegitu kreatifnya dia sehingga menafikkan kenyataan bahwa orang lain atau pelanggan mempunyai hak untuk memilih ? Siapa yang mau mengikuti jejak si creative director ? Silakan. Ciptakan, misalnya, restoran tanpa menu. Kita akan lihat hasilnya.”

Thursday, December 18, 2008

ORANG PENTING
Ada 3 orang berdebat tentang arti orang penting. Si A berpendapat “orang penting itu jika kamu dapat telpon dari menteri sekretaris Negara dan dia bilang Presiden ingin ketemu kamu secara pribadi.” Si B tidak mau kalah, ”Orang penting itu jika telpon kamu berdering dan di seberang sana ternyata presiden. Presiden memohon-mohon kepada kamu supaya tidak kemana-mana karena presiden ingin berkunjung ke rumahmu.” Si C yang dari tadi diam akhirnya berkomentar: ”Orang penting itu jika telpon di meja kerja Presiden berdering. Presiden mengangkat dan mendengarkan dengan takzim kemudian menghampiri Anda sambil mengatakan: Silakan pak. Telponnya untuk Bapak.”
Anekdot itu yang diingat Aryo ketika kemarin hadir di pagelaran seni yang diadakan sebuah perusahaan papan atas . Selalu ada kursi untuk VVIP dan VIP. VVIP terbagi beberapa level. VVIP yang paling top cuma sederet. Di deretan inilah si pemilik perusahaan duduk. Posisinya di tengah. Di sampingnya persis ada kursi yang diberi stiker dengan tulisan ”MENTERI”. Di sampingnya lagi adalah kursi yang disediakan untuk tokoh partai yang sedang berkuasa. Di deretan belakang masih VVIP, namun tingkatannya adalah para direksi. Direksi dari perusahaan sendiri maupun perusahaan lain.

VIP itu singkatanya very importan person tapi dalam pengaturan kursi seperti ini, mereka bukan orang penting-penting amat.. Orang yang duduk di kursi VIP harus siap dipindahkan ke tribun jika memang terlalu penuh. Sebagian kursi VIP juga diberi stiker bertuliskan ”Reserved”. Artinya, orang VIP harus siap diusir jika ada orang VVIP yang tidak kebagian kursi.

Pintu terbuka. Para tamu mulai berdatangan. Seberapa penting tamu menganggap dirinya bisa dilihat dari reaksi mereka terhadap kursi yang disediakan untuk mereka.

“Saya pegang undangan VIP. Saya kenal dengan pemilik perusahaan ini. Kenapa anda taruh saya di kursi paling pojok begini. Itu kursi-kursi kosong buat siapa ?!!!”
”Apa gunanya saya dikasih undangan VIP kalau akhirnya duduk di tribun juga. Anda tahu saya siapa ?!!!”
”Oooo sudah penuh ya mas ? Jadi saya harus duduk di belakang ? Ooo nggak papa.”
”Saya ini wartawan !!! Saya akan tuils besar-besar di harian saya, perusahaan ini ternyata sama sekali nggak profesional.”

Sebagian tamu bahkan bisa lebih nekat. Sepasang tamu berpakain sangat parlente dan anggun memegang undangan VIP. Keduanya sudah diarahkan untuk duduk di kursi VIP, tapi tamu ini rupanya punya persepsi lain: kami adalah tamu yang sangat-sangat penting. Jadilah dua orang ini melangkah ke area VVIP dan duduk di kursi yang jelas-jelas bertuliskan ”menteri”. Mereka duduk tenang tanpa ada satu pun garis risih di ekspresi wajah mereka.

Si pemilik perusahaan datang dan heran melihat ada orang yang tidak dikenal duduk di kursi sebelahnya. Siapa ini orang yang merasa begitu penting sehingga tidak peduli dengan tulisan di tempat duduk itu. ? Si pemilik perusahaan memutuskan untuk tidak mengusik ketenangan dua tamu tak tahu diri ini. Bukan karena kalah kuasa. Tapi, karena ingat pemeo: orang waras harus ngalah (pada orang gila).

Hingga akhirnya menteri benar-benar datang. Panitia kelabakan Semua kursi sudah terisi penuh. Dengan tenang pemilik perusahaan mempersilakan menteri duduk di kursinya. Si pemilik perusahaan minta ijin untuk duduk di belakangnya. Menteri merasa aneh tapi kemudian situasinya menjadi jelas ketika melirik sebelah kirinya. Dia pun tidak kenal pada ”orang penting” ini

Aryo tersenyum.
Aryo duduk di tribun. Bukan kursi terhormat tapi memberi keuntungan untuk melihat secara menyeluruh tentang persaingan orang-orang untuk dianggap sebagai orang penting. Dari atas pula Aryo melihat seorang rektor sebuah universitas dengan santainya duduk di anak tangga karena semua kursi sudah terisi. Aryo kenal baik rektor ini. Dia pernah mewawancarainya. Beberapa kali karya bukunya mendapatkan penghargaan terhormat di luar negeri.

Seorang panitia yang mengenalinya buru-buru mempersilakan pak rektor untuk pindah ke kursi VVIP. ”Terima kasih dik. Saya bisa nonton dengan cukup nyaman dari sini. Nggak apa-apa.”. Si panitia tidak berhasil membujuk pak rektor untuk pindah. Tak disangka, si pemilik perusahaan melihat si rektor itu. Si pemilik perusahaan langsung berdiri dan menghampiri rektor itu. Tampak si pemilik perusahaan itu berbicara dengan takzim kepada rektor. Si rektor membalasnya dengan sikap yang tak kalah santun. Akhirnya, pak rektor mengangguk. Tampaknya si pemilik perusahaan berhasil membujuk si rektor untuk pindah dari tempat itu. Si pemilik perusahaan mengarahkan pak rektor pada podium utama di atas panggung.. Acara pun dimulai secara resmi. Di atas podium, si pemilik perusahaan mengawali sambutannya. ”Seluruh kemegahan dan keagungan yang ada dalam pagelaran seni ini saya persembahkan pada Pak Wicaksono yang mengajarkan kerendahan hati sepanjang hidupnya.”
Mata si pemilik perusahaan berkaca-kaca sambil menatap pak rektor dengan penuh rasa hormat. Para undangan berdiri dan memberikan aplaus bergemuruh.
Dua orang tamu yang duduk di kursi yang bertuliskan stiker ”menteri” itu tetap duduk tenang sambil mengunyah kacang.

Saturday, December 13, 2008

Menangis

You are what you wear.  Terlalu sering kita mendengar itu. Entah di seminar pemasaran atau dari seorang atasan yang menganggap sangat penting pergi bekerja mengenakan dasi.  You are what you read.  Sesekali kita mendengar itu ketika seseorang ingin pamer bahwa dia memang banyak membaca. You are what cry for.  Pernah dengar ?    Aryo menjamin anda tidak pernah mendengar itu.  “Listeners, kemarin, bulan lalu,  sepuluh tahun lalu, atau mungkin beberapa detik lalu,  anda menangis.  Untuk apakah anda menangis ?  atau kata lain,  atas alasan apakah anda menangis ? menangisnya Anda sekadar naluri primitif ketika ada sesuatu yang menyakiti anda ataukah anda mewakili cita-cita universal yang bisa menangisi penderitaan manusia di  belahan dunia lain ?  silakan telpon ke sini. Saya ingin tahu siapa anda dari apa yang membuat anda menangis.”

Sebuah lagu diputar.  Suara jadul Simon & Garfunkel  mengalun “when you weary, feeling small. When tears are in your eyes, I will dry them all. I am on your side when time get rough. And friend just can be found…..”

Telpon segera berdering.  Di seberang ada Mario, 25 tahun, pekerja ambisius di perusahaan broker saham.

“saya selalu nangis dengerin lagu garfunkel itu.  Sekarang pun saya nangis .  Rasanya gimana gitu. Lagu itu seakan bener-bener keluar dari hati seorang teman. Tulus. Kalo inget itu langsung inget kalo saya gak punya temen seperti itu. Dan itu otomatis memicu kesadaran bahwa saya kesepian.  Itu membuat saya nangis lagi.”

Berikutnya, Om William, 65 th, pensiunan.

“Saya menangis setiap ketemu pejabat pemerintahan. Kenapa di otak mereka cuma ada duit duit duit.  Sama sekali ndak ada sedikit pun niat berbuat sesuatu membangun negeri. Kata membangun  mungkin terlalu muluk. Mereka ndak ada sedikit pun niat selain memperkaya diri sendiri.  Sudah jelas-jelas proyek pengelolaan sampah yang disampaikan pemerintah jerman itu gratis dan bermanfaat  malah ditolak pemda karena  ndak  ngasih duit buat pemda. Sepertinya saya akan terus menangis dalam waktu cukup lama.”

Suara Om William terkesan berat. Bukan karena warna suara tapi berat oleh keprihatinan. Aryo tidak jelas proyek pengelolaan sampah mana yang dimaksud Om William.

Setelah itu, Ratih 35 th, aktivis LSM.

“Gue menangis setiap kali melihat tas dan jaket dari kulit buaya dan ular. Bukan karena  gue  sayang banget ama buaya dan ular. Tapi semata-mata menyesali sikap orang-orang yang tolol. Buaya dan ular dibunuh cuma untuk diambil kulitnya.  Mereka nggak sadar akibat tindakannya itu, ekosistem bisa rusak.  Ekosistem rusak, lingkungan pun jadi rusak.  Mungkin mereka tahu, tapi nggak peduli.  Gimana gue nggak lebih nangis lagi.” 

Aryo tidak ingin mengambil kesimpulan apa-apa dari semua komentar pendengarnya ini.  You  are what you cry for. Aryo akhir-akhir ini merasa sering seperti terdesak perasaannya untuk  menangis.  Apa yang dia sedihkan ?  Tidak tahu.   Apa yang menjadi keprihatiannya ?  Tidak jelas.  Begitu saja muncul perasaan ingin menangis. Mungkin saja untuk kasus ini menangis cuma sekadar reaksi kimia.  Reaksi kimia terhadap cuaca mendung, jalanan macet tiap hari dan menjelang akhir tahun yang nyaris tak menyiratkan harapan di tahun 2009.  Anggap saja seperti itu.  Jadi,  bagaimana karakter Aryo jika  alasan menangisnya seperti itu ?

 

 

 


Tuesday, November 18, 2008

18 November 2008

Si BUFFET
“Listeners, setiap karakter pasti unik. Bahkan Rouseau mengatakan: kelemahan kita pun adalah kelebihan jika kelemahan itu membuat kita berbeda dari orang lain. Sekarang bayangkan karakter Warren Buffet. Ini orang kaya banget dan ngetop banget. Ngetop sebagai orang terkaya nomer satu di dunia (menggeser posisi Bill Gates) dan ngetop sebagai bagian dari euforia kemenangan Obama karena dia menjadi anggota tim pensehat ekonomi. Dari biografinya bisa dibaca, sejak umur 7 tahun si Buffet ini sudah menunjukkan tanda-tanda abnormal. Teman-teman sebayanya ingin berlibur ke Disneyland, si Buffet kecil malah merengek-rengek ke orang tuanya untuk diantar ke New York Stock Exchange. Di umur 14 tahun dia sudah berinvestasi di saham yang kemudian disesalinya karena terlalu ”terlambat” memasuki dunia saham. Ia mulai berinvestasi dengan 100 dolar AS. Dari uang sekecil itu kemudian menggelinding terus hingga akhirnya menjadi 57,4 milyar dolar AS pada tahun 1999 !
Listeners, dalam buku biografinya yang terbaru, Buffet mengaku tidak mempunyai hobi atau kesukaan apapun. Ini bukan tanpa sengaja. Dengan tanpa hobi dan kesukaan sama sekali ini, ia berharap bisa fokus 100% pada bisnis. Hanya bisnis yang menjadi gairah dan filosofi hidupnya. Karena itu tidak mungkin dia berbagi dengan hobi atau kesukaan khas para eksekutif (di Jakarta para eksekutif perlu hobi khusus untuk menjadi pemanis ketika ditulis profilnya di sebuah media cetak). Dengan kekayaan bermilyar-milyar dolar, dia punya hak terhadap semua kemewahan yang ada di muka bumi ini. Tapi......setiap bepergiaan dia selalu menggunakan pesawat komersial meski dia memiliki perusahaan yang menyewakan jet pribadi. Mobilnya pun bukan sekelas Rolls Royce yang sering disopirinya sendiri. Dan ....dia cuma punya dua jam tangan. Satu jam tangannya adalah jam tangan murahan yang dia pakai sehari-hari sekadar berfungsi menunjukkan waktu. Jam tangan kedua merupakan jam tangan sebagai instrumen investasi.
Listeners, anda bisa bayangkan apa yang ada di otak si Buffet ini ? Apa sih yang dia cari ? Jelas-jelas dia menafikkan segala hal hanya untuk fokus pada pencarian uang. Setiap tetes keringatnya di tumpukan pada satu titik: menimbun gunung kekayaan. Dan ketika gunung itu terbentuk menjadi sebuah kekayaan yang tak terbayangkan, dia tidak ”terkesan” menikmati uangnya. Apa sih maunya si tua bangka ini ? Apa dia mau mengejek bahwa uang itu nggak ada apa-apanya ? Jelas nggak mungkin karena seluruh riwayat hidupnya –mulai dari umur 7 tahun -- terkait dengan segala kebijaksanaan dan ilmu tentang uang. Jadi apa dong ? Adakah orang kaya di sini yang bisa menjawab ??”

Monday, November 03, 2008

The secret
“Listeners, di sebuah negeri antah berantah yang nun tidak jauh dari sini hiduplah seorang ahli nujum. Dia menjadi begitu terkenal setelah mengeluarkan buku dengan judul Sang Rahasia. Judulnya memang rahasia tapi isinya sama sekali bukan rahasia.. Si ahli nujum berpandangan bahwa kemuliaan hidup dimulai dari bermimpi atau mengkhayalkan diri anda berhasil mendapatkan kemuliaan tersebut. Jika anda bercita-cita menjadi pembuat keris yang termashur, maka usaha anda dimulai dari bermimpi dan membayangkan menjadi seorang Empu. Tiap hari anda bayangkan banyak orang meminta nasehat soal keris kepada anda. Tiap hari anda bayangkan sang raja menemi anda dan mengatakan bahwa keris anda tidak ada yang menandingi. Tiap hari anda membayangkan sebuah keris ciptaan anda bersinar sehingga membuat setiap orang tidak bisa tidak selain tertegun penuh kagum. Yang penting, anda membayangkan. Selanjutknya alam semesta akan bekerja memenuhi cita-cita anda. Alam semesta adalah sekumpulan organisma yang siap menjadi sekutu untuk mendukung cita-cita Anda. Nasehat-nasehat ahli nujum ini mengendap begitu dalam di hati setiap orang. Orang-orang yang awalnya pasrah menjalani kehidupannya kini tiba-tiba terlihat menampakkan sorot mata bergairah. Si Mamat yang selama ini berkekspresi loyo dalam menjalani pekerjaannya sebagai pengangkut tempayan berisi air, berubah jadi bergairah. Sebelum memulai pekerjaannya, dia membayangkan dirinya menjadi ahli penunggang kuda, profesi yang menjadi obsesinya. Ia bayangkan dirinya berpakaian gagah ala kstatira memimpin pasukan dengan kuda yang paling besar. Betapa gagahnya. Tiap hari imajinasi Mamat selalu menggambarkan seekor kuda dengan Mamat di atasnya. Mamat yakin suatu saat nanti ada punggawa yang datang padanya menunjukkan pengumuman tentang lowongan sebagai ksatria. Jika itu terjadi, itulah pintu pertamanya. Setelah diterima jadi punggawa dia akan menunjukkan dirinya penuh bakat dalam menunggangi kuda. Begitu seterusnya sampai suatu saat sang raja melihat dengan kepala sendiri bahwa dirinya jago menunggang kuda. Mamat terus berimajinasi sampai tiba saat si punggawa datang. Kapan tiba saat itu ? Itu tidak penting. Yang penting, di negeri ini, semua penduduknya yakin akan bisa mencapai cita-ciitanya suatu hari nanti. Dengan begitu, hidup pun menjadi damai. Itulah rahasia dari Sang Rahasia yang sesungguhnya.“

Wednesday, September 17, 2008

TRAGEDI
“Listeners, sebagai makhluk sosial kita bisa serba salah. Ini kaitannya dalam menyikapi tragedi. Ambil contoh, tragedi 21 orang tewas di Pasuruan akibat ngantri zakat. Kita tentu terpukul atas tragedi ini. Terpukul karena ikut mengalami rasa kehilangan yang mendalam atas meninggalnya anggota keluarga. Terpukul karena rasa marah atas masalah kemiskinan di negeri ini yang nggak beres-beres . Tapi di sisi lain, seakan ada tuntutan untuk cepat melupakan kejadian itu supaya kita , sebagai makhluk sosial, bisa menjalani interaksi sosial secara normal. Supaya kita tidak terhenti atau terhambat untuk mengejar produktivitas. Apakah pendapat ini berlebihan karena terkesan berusaha menyepelekan tragedi yang menewaskan 21 orang ? Apakah pendapat ini mengecilkan arti nyawa manusia ? Tidak perlu dijawab langsung. Coba kita pindah sejenak ke tragedi bangsa lain. Misalnya Afghanistan. . Kita tidak perlu ke sana untuk merasakan tragedi itu. Cukup baca novel Kite Runner karya Khaled Hosseini.. Di masa pemerintahan Taliban ada sebuah ilustrasi: di pasar seorang perempuan sedang bertransaksi dengan penjual. Perempuan ini mengatakan sesuatu. Tapi karena penjual agak tuli, si perempuan ini mengeraskan suaranya supaya bisa didengar penjual. Tiba-tiba seorang tentara menghampirinya dengan tergopoh-gopoh dan memukulkan kayu ke paha perempuan itu dengan sekeras-kerasnya sambil berkata: tidak sopan seorang perempuan bicara sekeras itu !!! Kehidupan sehari-harinya selalu diancam ketakutan akan dihukum oleh para Talib dan ketakutan terkena peluru nyasar. Setiap malam selalu ada mayat tergeletak dan esoknya selalu ada orang-orang yang sibuk mencari-cari anggota keluarganya di antara mayat-mayat yang tergeletak itu. Dalam kehidupan seperti itu, manausia-manusia Afgan tetap harus bisa menjadi makhluk sosial untuk menjaga kewarasannya. Dan, alhasil, harus menganggap tragedi itu sebagai sesuatu yang biasa.
Listeners, apakah arti semua ini ? Ahhh, apakah perlu bertanya semacam itu ? Coba dengar yang dikatakan Amir Jan, tokoh dalam novel Kite Runner, ”Jangan pikirkan kehendak Tuhan. Yang ada cuma yang dilakukan dan yang tidak dilakukan.” Itulah poinnya, hanya karena kita merasakan keesedihan yang begitu mendalam dari begitu banyak tragedi di indonesia, apakah itu menjadi alasan kita tidak perlu melakukan apa-apa ? Sudah jadi kutukan manusia untuk serba salah. Tapi itulah yang membuat kita hidup. Karena selalu terjadi tarik-menarik antara mempedulikan dan mengacuhkan dalam diri kita. 100 persen mengacuhkan adalah kejahatan, 100 persen mempedulikan berarti tidak adil terhadap orang-orang terdekat kita. Berapakah proporsi yang ideal ? Biarlah nurani anda menjadi hakimnya.”

This page is powered by Blogger. Isn't yours?